Kamis, Agustus 21, 2025
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Kajian
penolakan ceramah

Penolakan Ceramah Bukan Berarti Islamophobia, Tapi..

Penolakan Ceramah Bukan Berarti Islamophobia, Tapi..

Syahril Mubarok by Syahril Mubarok
26/07/2022
in Kajian, Tajuk Utama
12 0
0
11
SHARES
224
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

Menanggapi keresahan publik tentang ‘Penolakan Ceramah’ di berbagai daerah, patutnya juga membaca dan memahami faktor-faktor yang bersifat deterministik. Sebagai Muslim, kita juga tidak boleh mengesampingkan moral dan budaya yang dipegang. Wa bil khusus di Negara Kesatuan Republik Indonesia ini.

Salah satu Da’i kenamaan, Hanan Attaki, menjadi isu yang akhir-akhir ini diangkat oleh beberapa media. Alasannya adalah ia ditolak ceramah di beberapa daerah (Jawa Timur) seperti Gresik, Jember, dan Situbondo. Daerah-daerah tersebut memiliki alasan dasar tersendiri atas penolakan ceramah. 

BacaJuga

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (2) : Menunda Kebenaran, Meluaskan Perspektif

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (1) : Bagaimana Cara Anak Muda Menyelamatkan Akal Sehatnya

Menuju Kematangan Hubungan Umat Beragama : Catatan Akhir Tahun

Pihak yang kontra mensinyalir muatan ceramah atau syiar yang dilakukan Hanan berbanding terbalik dengan konsep keislaman Muslimin Indonesia. Lebih dari itu, Hanan masih menganut ideologi transnasional. Oleh karena itu, kegiatan ceramah yang bertajuk “Konser Langit” tersebut, memberi dampak penolakan ceramah pada wilayah-wilayah itu.

Narasi yang berkembang —pihak pendukung Hanan — yakni penolakan ceramah. Kemudian digeneralisasi menjadi kasus Islamophobia. Latar belakang ini masih samar-samar, destinasi tuduhan Islamophobia kemana yang pantas diberi, baik kepada pihak maupun wilayah di Indonesia.

For justice, kajian ini adalah memahami konteks penolakan ceramah dengan menafsirkan sosial keagamaan yang telah ada di Nusantara. Sebagai sesama anak bangsa, prinsip persatuan dan keagamaan perlu diutamakan. Walaupun konfliknya masih terus ada, solusi penanganannya wajib dilakukan. 

Tolak Ceramah adalah Islamophobia: Sebuah Premis?

Kasus penolakan ceramah Hanan Attaki di berbagai kota, menunjukkan adanya konflik sosial pada masyarakat. Berkaca dari kasus penolakan ceramah, beberapa juga kasus yang sama (selain Hanan) yang juga ditolak. Contohnya kasus ustadz Abdul Somad yang dilarang masuk negara Singapura, Firanda, Khalid Basalamah, dan lainnya. Lalu, apakah ini bisa dikategorikan sebagai ‘Islamophobia’?

Kata ‘Islamophobia’ sendiri mulai diangkat sekitar tahun 1990-an. Mengutip laporan Runneymede tahun 1997, definisi Islamophobia yaitu suatu ketakutan, kebencian, dan permusuhan terhadap agama Islam dan Muslim. Yang dilakukan oleh serangkaian pandangan tertutup, menyiratkan dan mengaitkan stereotip negatif dan menghina kalangan Muslim (Kalin, 2011). Di Barat, istilah kontroversi ini juga meluas dengan isu seperti politik, imigrasi, pendidikan, dan lingkungan kerja.

Terasa berbeda dengan realitas masyarakat di Indonesia. Sebagai negara dengan status penduduk mayoritas Muslim, kemudian disematkan tuduhan adanya Islamophobia —dengan penolakan ceramah dan sebagainya— harus dikaji kembali. Apakah benar penyematan itu layak atau hanya sekedar isu titipan?

Secara historis, bentuk-bentuk ketakutan tentang hilangnya rasa ‘keislaman’ di Indonesia sejak masa kemerdekaan. Dihapusnya tujuh kata dalam Piagam Jakarta menjadi fakta bahwa terdapat dinamika antar sesama anak bangsa soal ketakutan hilangnya rasa Islam. Beruntungnya, tujuh kata yang dihapus dan telah diganti dengan kalimat “Ketuhanan Yang Maha Esa”, negara ini selamat dari model negara teokrasi ataupun negara sekuler.

Pada fase orde baru, Soeharto juga mengakomodir kepentingan umat Islam dalam berbagai bentuk. Misal, terbitnya Undang-Undang tentang Perkawinan 1974, Kompilasi Hukum Islam 1991, terbentuknya Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI), dan lahirnya Bank Muamalah atau Syariah (Syamsuddin, 2010). Soeharto sendiri merasa takut akan kekuatan kelompok Islam, yang ia yakini dapat mengganggu politik kekuasaannya.

Page 1 of 2
12Next
Tags: Hanan AttakihijrahIkhwanul MusliminIslamophobiaPemuda HijrahRevivalisme Islam
Previous Post

Kenapa Masih Ada Kekerasan Seksual di Pesantren?

Next Post

Ijtihad dan Gagasan Kembali kepada al-Qur’an Sunnah (1)

Syahril Mubarok

Syahril Mubarok

Netflix dan Kopi Hitam

RelatedPosts

dekonstruksi di era digital
Kajian

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (2) : Menunda Kebenaran, Meluaskan Perspektif

26/07/2025
Peran Media Sosial Dalam Mewujudkan Siswa Toleran
Kajian

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (1) : Bagaimana Cara Anak Muda Menyelamatkan Akal Sehatnya

22/07/2025
edisi desember 2024
Bulletin

Menuju Kematangan Hubungan Umat Beragama : Catatan Akhir Tahun

25/12/2024
Yang Penting Bukan Pengangguran
Kolom

Yang Penting (BUKAN) Pengangguran

04/12/2024
Islamina Edisi November 2024
Bulletin

Menghidupkan Kesyahidan Pahlawan

18/11/2024
Bulletin edisi oktober
Bulletin Islamina

Jihad Santri di Abad Digital

11/10/2024
Next Post
al-qur'an sunnah

Ijtihad dan Gagasan Kembali kepada al-Qur’an Sunnah (1)

hijrah

Hijrah Kolektif dari Narasi Kebencian dan Pemecah Belah

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

hukum alam

Hukum Alam Adalah Hukum Tuhan: Apakah Mukjizat Mengingkari Sebab-Akibat

21/08/2025
Membantah Pernyataan Zulkarnain Yusuf Tentang “indonesia Negara Kafir”

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Iman

15/08/2025
teologi kemerdekaan

Al-Baqarah : 177 – Peta Jalan Teologi Kemerdekaan dalam Islam

15/08/2025
kerusakan alam

Ketika Alam Tak Lagi Sakral: Ikhtiar Membangun Eko-Teologi dari Kritik Jantung Peradaban

02/08/2025
kurt godel

Ketika Tuhan Dibuktikan Tidak dengan Keimanan Buta, Tetapi dengan Logika: Kurt Gödel dan Rumus Ketuhanan

27/07/2025

Trending Artikel

  • Ulama Scaled

    Mengenal Istilah Rabbani

    319 shares
    Share 128 Tweet 80
  • 4 Penghalang Ibadah Kepada Allah Menurut Imam Al-Ghazali 

    298 shares
    Share 119 Tweet 75
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    264 shares
    Share 106 Tweet 66
  • Kitab Tajul ‘Arus: Makna Pengorbanan dan Obat Penyakit Hati

    256 shares
    Share 102 Tweet 64
  • Kitab “Majmû’ Fatâwâ” Karya Ibnu Taimiyah (1)

    248 shares
    Share 99 Tweet 62
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.