Selanjutnya fase reformasi, kebebasan berkeyakinan terbuka lebar. Tentu terjadi persaingan ideologi dan teologis dalam masyarakat, baik kalangan Islamis dan nasionalis, ataupun pada kalangan Islam itu sendiri (Simorangkir, 2015). Meminjam istilah Esposito, gelombang gerakan revivalisme Islam tak terbendung. Munculnya partai-partai Islam, majelis-majelis taklim, lembaga pendidikan Islam, dan sebagainya. Hal ini menandakan umat Islam tampil ke publik dan mewarnai konstelasi kebangsaan.
Pertanyaan yang kemudian diajukan adalah dari aspek dan objek Islamophobia. Jika melihat interpretasi pengalaman Indonesia, penulis belum menemukan titik temu. Bahkan makna komprehensif Islamophobia di Indonesia sendiri. Kalau perbedaan ideologi dijadikan dasar, barangkali bisa dikaji lebih mendalam oleh peneliti lain.
Religion & Cultural Diversity
Penyebab yang dapat dikaitkan dengan penolakan ceramah Hanan ke Jawa Timur yakni prinsip keagamaan dan kebudayaan setempat. Mayoritas penduduk Muslim Indonesia menganut akidah Ahlussunnah wal Jama’ah. Mereka yakin jika agama dan budaya berpadu dalam kehidupan sehari-hari.
Hanan Attaki menginisiasi gerakan dakwah bernama ‘Pemuda Hijrah’ di kota Bandung, Jawa Barat. Gaya dakwahnya yang mudah diterima oleh kalangan milenial dan Generasi Z, membuat namanya melejit. Inilah yang membuat kompetisi di kalangan para pendakwah di tanah air.
Dalam buku “Berguru kepada Ustadz Zaman Now”, Abid menuliskan bahwa Hanan pernah mengenyam pendidikan di Universitas Al-Azhar, Kairo Mesir. Di Mesir juga, ia join dengan kelompok studi Alquran – Ilmu-ilmu Islam, dan sempat juga menjadi pemimpin redaksi buletin Salsabila, afiliasi dari tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin Mesir (Abid, 2018).
Tentunya, ini menjadi realitas konflik yang terjadi di Muslim Indonesia sendiri. Kalangan Muslim Indonesia sudah mempunyai budaya yang telah lama dipegang. Dalam kasus yang lain, kelompok tradisional dan modernis juga masih memegang apa yang sudah diajarkan oleh guru atau ustadz di lingkungannya. Akan tetapi, kepopuleran Hanan sedikit —bahkan tidak ada— yang tahu, ke mana hilir muatan dakwahnya.
Berbeda lagi, andaikan Hanan mengisi konten dakwahnya dengan semangat cinta tanah air, menghargai Non-Muslim sebagai sesama warga negara, atau topik-topik lain yang bermuatan progresif tanpa menyalahkan perbedaan.
Referensi:
Abid Fadhil Abyan. Berguru kepada Ustadz Zaman Now. Yogyakarta: Laksana, 2018.
John L. Esposito & Ibrahim Kalin. Islamophobia: The Challenge of Pluralism in The 21st Century. New York: Oxford University Press, Inc. 2011.
Jungjungan Simorangkir. “Islam Pasca Orde Baru”. Jurnal Istinbath, Vol. 15 No. 2, 2015.
Muh. Syamsuddin & Muh. Fatkhan. “Dinamika Islam Pada Masa Orde Baru”, Jurnal Dakwah: Media Dakwah dan Komunikasi Islam. Vol. 11, No. 2, 2010.