Maulid Nabi Muhammad SAW selalu menjadi momen istimewa bagi umat Islam di Indonesia. Tidak hanya sebagai peringatan hari lahir Nabi Muhammad, Maulid juga menjadi ajang mempererat kohesi sosial dan menyebarkan nilai-nilai kemanusiaan.
Presiden Lajnah Tanfidziyah (Komite Eksekutif) Sarekat Islam Indonesia (SII), KH. Muflich Chalif Ibrahim, menekankan pentingnya warisan kemanusiaan yang dibawa Nabi Muhammad dari Jazirah Arab ke Nusantara dan bagaimana kita dapat memanfaatkannya untuk menangkal radikalisme dan terorisme.
Kiai Muflich menegaskan bahwa Maulid Nabi Muhammad di Indonesia memiliki keunikan tersendiri. Dirinya mengatakan, bangsa Indonesia adalah bangsa yang santun dan pemaaf. Tradisi masyarakat Indonesia yang terbiasa saling menghormati dan menjaga hubungan sosial, sangat islami.
“Pintar orang Indonesia itu menyembunyikan rasa tidak sukanya kepada orang lain demi menjaga hubungan,” ujar Kiai Muflich di Jakarta, Sabtu (21/9/2024).
Inilah yang menurut KH. Muflich menjadi dasar kuat bagi kohesi sosial yang sudah ada sejak dahulu. Maulid Nabi di Indonesia tidak hanya menjadi ajang memperingati kelahiran Nabi, tetapi juga menjadi momen untuk memperkuat solidaritas dan persatuan masyarakat.
Menurut KH Muflich, budaya gotong royong, saling bantu tanpa harus diberi instruksi adalah suatu nilai yang sangat Islami. Lanjutnya, tradisi ini berakar dari ajaran Islam yang pertama kali dibawa ke Nusantara oleh para pendakwah yang lurus dan mengajarkan Islam secara universal.
“Islam yang hadir di Indonesia bukanlah agama yang memberangus budaya lokal, melainkan untuk menjadi agama yang inklusif dan menghargai keragaman budaya. Budaya lokal yang sudah ada, seperti gotong royong, saling menghormati, dan menjaga hubungan sosial, justru dipertahankan dan diperkaya oleh nilai-nilai Islam,” jelasnya.
Muflich berpendapat, banyak kesamaan antara nilai-nilai Islam dengan budaya yang ada di Indonesia. Budaya sosialisme Islam yang dijalankan oleh pendakwah-pendakwah terdahulu telah memberikan pengaruh besar pada perkembangan sosial di Indonesia.
Dalam konteks ini, KH. Muflich menyebut bahwa semangat sosialisme Islam sangat kental dalam kehidupan masyarakat Indonesia, di mana kesombongan, ego kesukuan, dan rasialisme tidak mendapat tempat.
Dalam menjawab pertanyaan tentang risiko radikalisme yang mungkin timbul dalam perayaan Maulid Nabi, KH. Muflich menegaskan pentingnya dakwah yang elegan dan santun. “Dakwah harus disampaikan dengan cara yang elegan, bukan arogan,” ujarnya tegas.
Lebih lanjut Kiai Muflich mengatakan, metode dakwah yang baik adalah yang penuh simpati, tanpa mencaci atau merendahkan pihak lain. “Kita tidak boleh merendahkan apalagi menghinakan agama lain,” tambahnya.
Kiai Muflich juga menekankan bahwa dakwah yang cenderung keras dan memaksakan pendapat dengan cara-cara anarkis justru akan menjauhkan masyarakat dari ajaran Islam yang murni.
“Sering kali unsur kekerasan muncul dalam dakwah yang memaksakan pendapat, dan ini sangat berbahaya karena bisa menjauhkan jamaah dari agama. Dakwah harus fokus pada menyampaikan kebenaran dengan cara yang baik, benar, dan bermanfaat, sesuai dengan prinsip amal saleh dalam ajaran Islam, apalagi pada hari besar umat Islam seperti Maulid Nabi dan Isra Miraj” tegasnya.
Dalam konteks kehidupan masyarakat yang beragam, toleransi menjadi kunci untuk menciptakan keharmonisan. Kiai Muflich mengingatkan bahwa Nabi Muhammad sendiri memberikan contoh nyata dalam hal ini.
“Tugas untuk berdakwah memang berat dimana-mana. Jadi dalam menyampaikan argumentasi itu harus dengan cara yang baik. Disebut amal saleh itu kan kalau dia bisa baik, benar, dan memberi manfaat. Baik belum cukup, tapi dia harus benar. Benar juga belum cukup, tapi juga harus baik. Kemudian kita lihat, seberapa besar manfaatnya? Kalau dia baik, benar, dan dia juga bermanfaat, itu baru bisa disebut sebagai amal saleh,” jelasnya.
Ia berpesan bahwa perayaan Maulid Nabi Muhammad adalah momentum penting untuk memperkuat persatuan bangsa Indonesia. “Maulid Nabi bukan hanya untuk memperingati kelahiran Rasulullah, tetapi juga untuk merayakan nilai-nilai kemanusiaan yang dibawanya,” jelasnya.
“Nilai-nilai kemanusiaan dan persaudaraan, telah menjadi bagian dari budaya sosial di Indonesia, di mana gotong royong, saling membantu, serta toleransi menjadi pilar utama dalam kehidupan bermasyarakat,” pungkasnya.