Islamina.id – Untuk mewujudkan sekolah yang baik maka dibutuhkan banyak peran semua kalangan mulai dari orang tua, masyarakat terutama guru memiliki peran penting untuk menggunakan peluang dalam menyikapi perbedaan sebagai wadah dan media untuk mengembangkan toleransi beragama di sekolah.
Keberhasilan peran guru tidak terlepas dari pemahaman dan pengembangan diri melalui peningkatan kompetensi guru secara langsung terkait dengan toleransi beragama (Juliatmiko, 2018).
Hal senada juga diungkapkan oleh Abuddin Nata bahwa kompetensi pedagogik guru terkait dengan kemampuan dan kesungguhannya dalam mempersiapkan proses Kegiatan Belajar Mengajar (KBM), kemampuan mengelola kelas, kedisiplinan dan kepatuhan terhadap aturan akademik, penguasaan media dan teknologi pembelajaran, kemampuan melaksanakan penilaian hasil kerja peserta didik, objektivitas dalam penilaian dan berpersepsi positif terhadap kemampuan peserta didik.
Baca juga: Potret Toleransi Pendidikan di Indonesia
Soft-skill dan hard-skill guru pun perlu dipertimbangkan, misalnya dari segi kepribadian guru yang berperilaku toleran terhadap perbedaan dengan dikuatkan oleh kebutuhan proses pembelajaran melalui keteladanan (Abuddin Nata, 2010).
Lingkungan sekolah pun harus mendukung proses pendidikan toleransi ini melalui kebijakan-kebijakan yang bijaksana terutama dengan memberikan kajian agama yang humanistik serta mengarahkan siswa-siswi untuk saling menghargai kepada orang lain.
Kebijakan tersebut akan berdampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap perilaku toleran siswa di dalam sekolah maupun di luar sekolah yaitu di lingkungan keluarga dan masyarakat secara keseluruhan.
Media sosial, seperti yang kita ketahui. Merupakan sarana untuk berkomunikasi juga mencari informasi yang paling mudah saat ini. Hal ini, sebenarnya membuka sisi lain dari media sosial sebagai sarana membangun kerukunan jika penggunanya bijak dalam menggunakannya.
Jadi, media sosial maupun media massa dengan kemampuannya dalam menyajikan berita atau peristiwa sosial sudah selayaknya dihadapi dengan kritis. Jika tidak, maka akan membentuk gambaran dunia yang keliru, termasuk gambaran mengenai agama baik Islam maupun non-Islam.
Baca juga: Melawan Ekstremisme dengan Sufisme
Saat ini media sosial maupun media massa memiliki peluang yang sangat besar untuk menanamkan prasangka antar agama (Achmad, 2001). Menurut Errika Dwi, Media sosial nyatanya telah memberikan dampak terhadap perubahan dunia, pola pikir masyarakat dapat berubah dengan menerima informasi yang dari media sosial. Mengingat media sosial sudah menawarkan cara yang mudah bagi masyarakat untuk melakukan komunikasi tanpa melihat jarak, waktu, dan ruang (Errika Dwi Satya Watie, 2011).
Di samping terkait media sosial, peran orang tua dan guru harus mampu mengarahkan kepada peserta didik dalam memilih tokoh yang diidolakan karena pada prinsipnya, idola menjadi referensi yang menyediakan sumber identifikasi para penggemarnya.
Jadi tidaklah mengherankan jika salah satu sifat atau karakteristik yang dimiliki seorang individu remaja adalah aktif meniru pribadi idola pujaannya (Soemanto, 1990).