Sejak dahulu, santri identik dengan kata kuno, kumuh, tak berpendidikan dan kata-kata lain yang sifatnya merendahkan. Sekarang, kata-kata itu tampaknya sudah terbantahkan dan terjawab oleh pergerakan progresif santri di era 4.0 ini.
Banyak muncul sekarang, tokoh-tokoh pembaharu dari kalangan “sarungan” dalam keikutsertaan menjaga NKRI ini. Sebut saja salah satunya ialah KH. Ahmad Bahaudin Nur Salim atau yang akrab disapa dengan sebutan Gus Baha.
Gus Baha adalah salah satu tokoh agama yang saat ini gencar menyebarkan wajah Islam ramah di kalangan masyarakat. Dengan dakwah santun nan santai, ia menyisipkan makna toleransi antar sesama umat manusia, terutama umat beragama.
Memang demikian adanya, tidak hanya ikut berperan memerdekakan negara, santri juga memiliki andil besar dalam menjaga keutuhan dan keamanan negara.
Setidaknya dalam beberapa hal santri juga bisa dikatakan unggul dari kalangan bibit pemuda lainnya. Salah satu keunggulannya dapat dilihat dari sistem pendidikan yang digunakan. Santri, sejak awal mula belajar dan masuk ke lingkungan Pesantren dididik, dikawal dan diajarkan kepekaan lingkungan lewat program-program Pesantren.
Anak-anak yang datang dari berbagai macam daerah itu, sejak awal masuk diajarkan indahnya toleransi dan saling menghargai. Tidak hanya itu mereka juga diajari bagaimana untuk saling membantu dan gotong royong.
Contoh mudahnya ialah melakukan roan atau membersihkan lingkungan, atau hal-hal lain yang sifatnya membangun sebuah “chemistry of soul”, hubungan jiwa.
Ini adalah dasar yang baik sekali untuk selanjutnya berkembang pada ruang lingkup lebih luas, kepekaan dan toleransi lingkungan komunitas-masyarakat. Tinggal selanjutnya bagaimana santri sebagai “agen of change” itu memanfaatkan apa yang ia dapatkan dari Pesantren untuk disebarluaskan di masyarakat.
Muh Musthofa Aqiel, Pengasuh Pondok Pesantren Khas Kempek, Cirebon dalam satu kesempatan kajian yang penulis dengar langsung ketika nyantri di Pesantren Khas, pernah menjelaskan demikian:
“Negara dapat dikatakan stabil jika memenuhi 3 kriteria:. Tiga kriteria itu adalah ketenangan spiritual ( فليعبدوا رب هذا البيت), ekonomi merata (الذى اطعمهم من جوع ) dan keamanan terjaga (وأمنهم من خوف).
Kyai Musthofa menjelaskan tiga kriteria ideal, lewat tafsir tematik dari surat al-Quraisy (106): 3-4, yang dengannya negara dapat menjadi sebuah wadah apik untuk tempat tinggal.
Pertama, ketenangan jiwa, spiritual yang diperoleh dari ajaran agama. Penulis lebih suka menyebutnya dengan “equipment of soul” (peralatan jiwa). Karena seperti yang kita ketahui, ketenangan jiwa, soul merupakan tameng utama dalam menjaga tiap individu, perorangan.