Pertama: Kita perlu merumuskan secara jelas, objektif dan tujuan yang ideal; sebagailangkah awal dalam berdakwah, terlebih dahulu mesti diperjelas objektif dan sasaran apa yang ingin dicapai? Keadaan umat Islam yang bagaimana yang diharapkan? Apakah sebagai individu maupun sebagai suatu komunitas masyarakat.
Karena dakwah merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang ditangani oleh para pendakwah untuk mengubah sasaran dakwah agar bersedia masuk ke jalan Allah, dan secara berperingkat menuju kepada kehidupan yang Islami. Suatu proses yang terus menerus bukan berlaku secara kebetulan, melainkan harus melalui perencanaan yang kemas yang dapat dilaksanakan dengan baik dan diberi penilaian secara terus-menerus, agar ia dapat mengubah prilaku sasaran dakwah sesuai dengan objektif dan tujuan yang telah dirumus.
Sudah bukan masanya lagi, dakwah dilakukan tanpa perencanaan yang matang, termasuk yang berhubungan dengan materinya, tenaga pelaksananya ataupun pendekatan (metodologi) yang digunakannya. Memang sudah menjadi sunnatullah, bahwa yang haq akan menghancurkan yang batil (al-Isra’: 81). Akan tetapi sunnatullah ini berkaitan pula dengan sunnatullah yang lain, yaitu bahwa Allah sangatmencintai dan meridhai kebenaran (al-haq) yang diperjuangkan melalui sebuat barisan (saff) yang rapi dan tersusun (al-Saff:4).
Objektif dakwah secara umum adalah untuk mengubah pandangan sasaran dakwah agar mereka menerima ajaran Islam dan mengamalkannya dalam realitas kehidupan sehari-hari, apakah secara individu, keluarga maupun dalam kehidupan sosial (kemasyarakatan). Hal ini dimaksudkan agar terwujudnya satu kehidupan yang penuh dengan keberkatan baik samawi maupun ardhi (al-a’raf : 96), memperolehi kebaikan dunia dan akhirat serta terlindung dari azab neraka (al-Baqarah : 202). Objektif umun ini, mesti dirumus dengan baik menjadi tujuan-tujuan yang lebih operasional dan dapat dilaksanakan, juga mengevaluasi hasil-hasil yang telah dicapai dan masalah-masalah yang dihadapi.
Kedua: Kita perlu merumuskan permasalahan utama yang dihadapi oleh umat Islam masa kini; termasuk bidang-bidang aqidah, ibadah, akhlaq, ekonomi, muamalah, dan politik. Dalam hal ini, perlu digiatkan penyelidikan ilmiah yang dilakukan oleh para pakar dakwah yang berkenaan, sehingga permasalahan umat tidak lagi berupa andaian (hypothesis) semata-mata, tetapi ia telah dikenal pasti; sumber dan permasalahannya.
Dalam menghadapi pelbagai permasalahan umat yang semakin hebat dan kompleks, sebagai akibat tuntutan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, globalisasi dan tuntutan keperluan hidup, maka tidak cukup sekiranya aktivitas dakwah dilakukan secara individual (fardi). Akan tetapi sepatutnya dilakukan secara kolektif (jamaii) melalui sebuah organisasi yang diurus dengan baik, dengan menghimpun tenaga pelbagai pakar yang diperlukan.
Ketiga: Kita perlu merumuskan isi kandungan (content) dakwah; muatan dakwahmestilah seimbang dengan objektif dan target yang ingin dicapai terutama di era new normal ini. Dalam hal ini pula, diperlukan kesadaran para pendakwah, bahwa pembinaan Aqidah dan akhlak mulia, adalah penting dalam merumus materi dakwah.
Aqidah yang dimaksud, bukanlah semata-mata yang berkaitan dengan wujud Allah (wujudullah) karena ia sudah merupakan fitrah manusia. Akan tetapi aqidah yang menumbuhkan kesadaran akan kebenaran Islam dan dapat diimplementasikan dalam pertuturan, fikiran dan tingkah laku. Aqidah yang dimaksud adalah aqidah yang bersifat muharrikah, boleh menggerakkan kesadaran dan ketaatan kepada Allah SWT. Aqidahyang menyebabkan orang ridha dan berserah diri kepada ketentuan dan syariah Allah. Aqidah yang boleh menumbuhkan cinta dan benci karena Allah. Aqidah yang membangkitkan sikap ubudiyyah hanya kepada Allah jua.
Adapun aqidah yang berorientasi kepada mantiq (logic) dan falsafah (kalam) biarlah disederhanakan pemahamannya mengikut nas-nas Islamiyah agar tidak melahirkan kebingungan kepada masyarakat awam, seperti penafsiran semula rukun Islam dan rukun Iman. Di samping itu, ia terkadang lari daripada metoda (manhaj) yang sebenar, yang telah dirumuskan oleh ulama Ahli Sunnah Waljma’ah.
Keempat: Kita perlu menyusun manual pelaksanaan dakwah; dengan mengambil kirasasaran dakwah; muslim, non muslim, masyarakat kota, luar kota dan sebagainya. Sudah tiba masanya, dalam menejmen dakwah dibuat dan disusun stratifikasi sasaran dan objektif. Penyusunannya mungkin berasaskan peringkat usia; pendidikan dan pengetahuan, peringkat sosio-ekonomi dan politik; mengikut tempat dan persekitaran dan sebagainya.
Salah satu arti hikmah yang terkandung dalam al-Qur’an (surah al-nahl:125), adalah kemampuan untuk mengenal pasti kumpulan dan keadaan sasaran dakwah. Rasulullah dalam hadith beliau yang masyhur secara tegas menyatakan: saya diperintah untuk menyampaikan (dakwah) kepada umat manusia sesuai dengan peringkat kepahaman mereka.
Kelima: Kita perlu penyesuaian aktivitas dakwah yang akan dilakukan supaya tidakmenimbulkan perbedaan pemahaman yang dapat membawa kepada keresahan masyarakat sebagai sasaran dakwah. Termasuk penyesuaian masalah-masalah furu’ dan usul dalam ajaran agama Islam, masalah prinsip dan tidak prinsip dalam muamalah danakhlak.
Manhaj Dakwah yang terkait dengan “fiqh Awlawiyyat” perlu dibangkitkan kembalidalam rangka memberi kefahaman yang jelas kepada masyarakat. Karena tanpa penyesuaian yang dimaksud, akan membawa sasaran dakwah (masyarakat) kepada kebingungan, yang tentunya dapat mengurangi kepercayaannya kepada isi dakwah yang sampai kepadanya. Malah dikhawatirkan dapat membawa kepada keraguan terhadap kebenaran ajaran Islam yang selama ini diamalkan. Wallahu a’lamBogor, Juni 2020