Islamina.id – Alkisah, sang pengarang tafsir al-Kabir, Imam Ar-Razi berdialog dengan al-Qadli Majduddin bin Qudwah. Dalam dialog tersebut, Imam Ar-Razi disamping menggunakan ayat-ayat Allah, juga menggunakan akal dan pendapat ulama-ulama sebelumnya. Sementara al-Qadli hanya mendasarkan pada bunyi tekstual ayat al-Qur’an. Sehingga al-Qadli terpojok mendengar dalil dan argumentasi Ar-Razi. Para pendukung al-Qadli marah-maah.
Dan keesokan harinya, keponakan al-Qadli berkhutbah di Mesjid, mengatakan: “mengapa kalian diam saja, sang Qadli yang membela al-Qur’an dan Sunnah dihina oleh Ar-Razi yang hanya berpegangan pada pendapat Aristoteles, Ibnu Sina dan Al-Farabi. ” Mendengar khutbah tersebut, masyarakat terprovokasi dan mengerang rumah Ar-Razi. Akhirnya, Sultan (Presiden) mengirim pasukan untuk meredam keributan tersebut.
Kisah beberapa abad yang lalu tersebut, sekarang masih sering terjadi. Perbedaan pendapat seringkali tidak mendatangnya rahmat sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah, tetapi justru membawa malapetaka yang besar. Masyarakat kita masih belum bisa menerima Hadist Nabi yang berbunyi ikhtilafu ummati rahmatun (perbedaan diantara umatku adalah rahmat). Begitu pula saling tuduh-menuduh masih terus terjadi diantara kita.
Baca juga: Peran Media Sosial dalam Mewujudkan Siswa Toleran
Jika hal itu terus terjadi, bagaimana kita bisa membangun perdamaian dan kesejahteraan dimuka bumi sebagaimana mandat yang diberikan Allah kepada manusia. Sebaliknya, kekawatiran para Malaikat akan terjadinya pertumpahan darah jika manusia sebagai pemimpin dimuka bumi ini barangkali perlu juga dibenarkan. Tapi, Allah Maha Tahu atas segala hal yang terjadi dimuka bumi ini.
Pesan Perdamaian
Sesungguhnya, semua umat Islam telah tahu bahwa Islam datang ke dunia ini untuk membawa perdamaian, kemaslahatan, kesejahteraan bagi seluruh alam. Islam tidak pernah mengajarkan kepada pemeluknya untuk menyerang, membunuh dan saling tuduh menuduh kepada seseorang atau kelompok tertentu, Sebaliknya, anjuran dan perintah untuk selalu damai, sopan, santun dan berprasangka baik (khusnu al-dann) kepada siapapun sangat ditekankan dalam Islam.
Dalam al-Qur’an, Allah berfirman “Dan (ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari kamu (yaitu): kamu tidak akan menumpahkan darahmu (membunuh orang), dan kamu tidak akan mengusir dirimu (saudaramu sebangsa) dari kampung halamanmu, kemudian kamu berikrar (akan memenuhinya) sedang kamu mempersaksikannya” (QS. 2:84).
Akan tetapi, ajaran-ajaran damai ini seringkali kurang dipahami dan dimengerti oleh umat Islam. Sebagian umat Islam lebih suka menggunakan jalan kekerasan daripada perdamaian. Ajaran Allah untuk saling menasehati (QS.103;3) ditengah-tengah masyarakat berubah menjadi saling membunuh, saling menyerang. Perbedaan pendapat, keyakinan seakan-akan telah merubah ajaran-ajaran perdamaian yang diberikan oleh Allah.
Nabi Muhammad telah banyak memberikan contoh yang baik akan hal ini. Selama penyebaran agama Islam di Mekkah, Nabi Muhammad selalu mendapat hinaan dan gangguan dari masyarakat-masyarakat Jahiliyah. Bahkan, suatu ketika ketika Nabi Muhammad hendak melakukan shalat di Baitullah, Nabi diludahi dan dihina-dihina. Tetapi, Nabi selalu membalas dengan senyuman, keramahan, kesopanan, dan toleransi.