Kamis, Agustus 21, 2025
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Kajian
Perspektif Islam Tentang Nkri, Pancasila, Dan Kebhinnekaan (1)

Perspektif Islam Tentang Nkri, Pancasila, Dan Kebhinnekaan (1)

Perspektif Islam Tentang NKRI, Pancasila, dan Kebhinnekaan (1)

Hatim Gazali by Hatim Gazali
15/06/2020
in Kajian, Populer, Tajuk Utama
19 1
0
20
SHARES
407
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

Tulisan pertama dari tiga tulisan

Perdebatan di kalangan umat tentang apakah Islam menyokong Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Pancasila, serta kebhinekaan masih sering mengemuka. Sebagian kelompok secara tegas menolak kehadiran NKRI dan Pancasila, sebagian lainnya memberikan dukungan penuh. Argumen dari masing-masing kelompok sama-sama bersumber dari rujukan utama dalam Islam, yaitu al-Qur’an, Hadist ditambah dengan catatan sejarah Islam, terutama era khulafaurrasyidin. Lalu, bagaimana yang sebenarnya?

Pendahuluan

BacaJuga

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (2) : Menunda Kebenaran, Meluaskan Perspektif

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (1) : Bagaimana Cara Anak Muda Menyelamatkan Akal Sehatnya

Menuju Kematangan Hubungan Umat Beragama : Catatan Akhir Tahun

Bagi sebagian umat Islam, bentuk Negara Indonesia apakah menjadi Negara agama ataukah Negara non-agama masih belum sepenuhnya final. Beberapa kelompok Muslim belum menerima Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan tetap memperjuangkan penegakan idealitas sistem politiknya, yakni mendirikan negara Islam seperti yang diperjuangkan oleh Forum Aktivitas Syariat Islam (Faksi)—yang melakukan baiat kepada Islamic State of Iraq and Syiria(ISIS)–, Jamaah Anshorut Tauhid (JAT), dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), serta beberapa organisasi sejenis. Umat Islam yang terhimpun dalam organisasi-organisasi tersebut meyakini bahwa Indonesia harus mengganti dasar Pancasila dengan berdasarkan sistem khalifah Islam. 

Namun, bagi sebagian besar umat Islam lainnya seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Persis, Ijabi dan Mathla’ul Anwar Menes, bentuk NKRI dengan asas Pancasila, UUD 1945 dan Bhineka Tunggal Ika adalah sudah final dan ideal untuk mewadahi keragaman bangsa Indonesia ini. Terlebih, organisasi-organisasi ini meyakini bahwa NKRI, dan UUD 1945 sama sekali tidak bertentangan dengan Islam. Sebaliknya, Islam baik yang termaktub dalam ayat al-Qur’an maupun hadist justru memerintahkan umatnya untuk mencintai tanah airnya (nasionalisme), dan sila-sila yang terkandung dalam Pancasila mendapat justifikasi dari al-Qur’an seperti sila pertama yang berarti tauhid. 

Tulisan ini akan mengelaborasi bagaimana 1) pandangan Islam tentang nasionalisme dan Pancasila, 2) NKRI dan UUD 1945, 3) Kebhinekaan dan kewarganegaraan, dan 4) Demokrasi. Tentu saja, sebagai disclaimer, tulisan ini bukan untuk meringkus ragam pemikiran dalam Islam soal subtopik di atas, melainkan sekurang-kurangnya melakukan pembacaan terhadap teks-teks Islam yang diyakini oleh jamak umat Islam Indonesia. 

NKRI Sebagai Negara Islami

Secara teoritis, Munawir Sjadzali (1993), membagi paradigma hubungan Islam dan negara ke dalam tiga bagian: Pertama, Kelompok ini memandang karena Islam memiliki watak yang holistik dan karena Islam adalah agama mayoritas bangsa Indonesia, maka Islam harus menjadi dasar negara. Islam adalah din wa dawlah (Musa, 1963). Tokoh yang sangat populer dalam kelompok ini adalah Sayyid Quthb (1967), Abu ‘a’la al-Maududi, Hasan Turabi (1983) dan tokoh-tokoh Islam lainnya. 

Kedua, kelompok yang berpendirian bahwa Islam harus terpisah dari negara (politik) dan Muhammad bukan sebagai kepala negara, melainkan hanya sebagai pimpinan agama. Karena itulah, memisahkan agama –sebagai urusan privat manusia dengan Tuhannya—dan negara –sebagai wilayah publik yang profan—adalah niscaya. Al-Qur’an bukan kitab tata negara yang mengatur hal-hal yang berkaitan dengan urusan pemerintahan. Bagi kelompok ini, jika Islam tidak dipisahkan dari negara maka politisasi Islam akan terjadi, bahkan mendistorsi itu sendiri. Tokoh yang sangat terkenal dalam aliran ini adalah Ali Abd. Raziq (1966) dan Muhammad Sa’id al-Asymawi (1990). 

Ketiga, aliran yang beranggapan bahwa Islam harus tampil dalam setiap kehidupan, tetapi tidak secara legal dan formal. Artinya, dalam Islam tidak terdapat sistem ketatanegaraan, tetapi ia hanya menyediakan seperangkat nilai, moral, etika bagi kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai dan etika dalam Islam harus diimplementasikan oleh segenap muslim dalam setiap kehidupan, bukan menjadikan Islam sebagai dasar negara. Kelompok ini cenderung menafsirkan watak holistik Islam secara subtansialistik. Hal ini dalam pengertian bahwa Islam tidak harus dibangun dalam pola yang legal dan formal, tetapi subtansi dan esensi dari Islam harus tetap hadir. Para pendukung pemikiran ini, di antaranya adalah Mohamad Husayn Haykal (1993), Fazlurrahman (1982) dan sejumlah pemikir lainnya. 

Jika kita mau jujur untuk membuka kembali lembaran-lembaran al-Qur’an, tidak ada teks yang secara tegas memerintah umat Islam untuk mendirikan negara Islam. Ayat-ayat al-Qur’an yang seringkali menjadi dalil keharusan untuk mendirikan negara Islam adalah Surat Al-Maidah ayat 44, 45, 46, 47 dan 48 sebagai berikut: 

إِنَّا أَنْزَلْنَا التَّوْرَاةَ فِيهَا هُدًى وَنُورٌ يَحْكُمُ بِهَا النَّبِيُّونَ الَّذِينَ أَسْلَمُوا لِلَّذِينَ هَادُوا وَالرَّبَّانِيُّونَ وَالأحْبَارُ بِمَا اسْتُحْفِظُوا مِنْ كِتَابِ اللَّهِ وَكَانُوا عَلَيْهِ شُهَدَاءَ فَلا تَخْشَوُا النَّاسَ وَاخْشَوْنِ وَلا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلا وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُون (44) وَكَتَبْنَا عَلَيْهِمْ فِيهَا أَنَّ النَّفْسَ بِالنَّفْسِ وَالْعَيْنَ بِالْعَيْنِ وَالأنْفَ بِالأنْفِ وَالأذُنَ بِالأذُنِ وَالسِّنَّ بِالسِّنِّ وَالْجُرُوحَ قِصَاصٌ فَمَنْ تَصَدَّقَ بِهِ فَهُوَ كَفَّارَةٌ لَهُ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ (45) وَقَفَّيْنَا عَلَى آثَارِهِمْ بِعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ التَّوْرَاةِ وَآتَيْنَاهُ الإنْجِيلَ فِيهِ هُدًى وَنُورٌ وَمُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ التَّوْرَاةِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةً لِلْمُتَّقِينَ  (46)وَلْيَحْكُمْ أَهْلُ الإنْجِيلِ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فِيهِ وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ(47)  وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ لِكُلٍّ جَعَلْنَا مِنْكُمْ شِرْعَةً وَمِنْهَاجًا وَلَوْ شَاءَ اللَّهُ لَجَعَلَكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَلَكِنْ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا آتَاكُمْ فَاسْتَبِقُوا الْخَيْرَاتِ إِلَى اللَّهِ مَرْجِعُكُمْ جَمِيعًا فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ(48)

Artinya: 

44. Sesungguhnya Kami telah menurunkan Kitab Taurat didalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara kitab-kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. Dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. (QS. 5:44)

45. Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At-Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim. (QS. 5:45)

46. Dan Kami iringkan jejak mereka (nabi-nabi Bani Israil) dengan Isa putera Maryam, membenarkan Kitab yang sebelumnya, yaitu : Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil sedang di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertaqwa. (QS. 5:46)

Page 1 of 2
12Next
Tags: IslamNKRIPancasilaperdebatanperspektif islam
Previous Post

Kunci Sukses Bangsa Menjadi Makmur dan 3 Penyebab Hancurnya Umat Terdahulu

Next Post

Sejarah Islam (1): Pengaruh Cina-Champa Ke Nusantara

Hatim Gazali

Hatim Gazali

Pemimpin Redaksi Islamina.id | Dosen Universitas Sampoerna | Ketua PERSADA NUSANTARA | Pengurus Pusat Rabithah Ma'ahid Islamiyah PBNU

RelatedPosts

dekonstruksi di era digital
Kajian

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (2) : Menunda Kebenaran, Meluaskan Perspektif

26/07/2025
Peran Media Sosial Dalam Mewujudkan Siswa Toleran
Kajian

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (1) : Bagaimana Cara Anak Muda Menyelamatkan Akal Sehatnya

22/07/2025
edisi desember 2024
Bulletin

Menuju Kematangan Hubungan Umat Beragama : Catatan Akhir Tahun

25/12/2024
Yang Penting Bukan Pengangguran
Kolom

Yang Penting (BUKAN) Pengangguran

04/12/2024
Islamina Edisi November 2024
Bulletin

Menghidupkan Kesyahidan Pahlawan

18/11/2024
Ketua Baznas RI
Kabar

Ketua BAZNAS RI Tekankan Kebutuhan Ilmuwan Filantropi

22/10/2024
Next Post
Sejarah Islam (1): Pengaruh Cina-champa Ke Nusantara

Sejarah Islam (1): Pengaruh Cina-Champa Ke Nusantara

Pergeseran Paradigma Dakwah Masa Kini

Pergeseran Paradigma Dakwah Masa Kini

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

hukum alam

Hukum Alam Adalah Hukum Tuhan: Apakah Mukjizat Mengingkari Sebab-Akibat

21/08/2025
Membantah Pernyataan Zulkarnain Yusuf Tentang “indonesia Negara Kafir”

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Iman

15/08/2025
teologi kemerdekaan

Al-Baqarah : 177 – Peta Jalan Teologi Kemerdekaan dalam Islam

15/08/2025
kerusakan alam

Ketika Alam Tak Lagi Sakral: Ikhtiar Membangun Eko-Teologi dari Kritik Jantung Peradaban

02/08/2025
kurt godel

Ketika Tuhan Dibuktikan Tidak dengan Keimanan Buta, Tetapi dengan Logika: Kurt Gödel dan Rumus Ketuhanan

27/07/2025

Trending Artikel

  • Ulama Scaled

    Mengenal Istilah Rabbani

    319 shares
    Share 128 Tweet 80
  • 4 Penghalang Ibadah Kepada Allah Menurut Imam Al-Ghazali 

    298 shares
    Share 119 Tweet 75
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    264 shares
    Share 106 Tweet 66
  • Kitab Tajul ‘Arus: Makna Pengorbanan dan Obat Penyakit Hati

    255 shares
    Share 102 Tweet 64
  • Kitab “Majmû’ Fatâwâ” Karya Ibnu Taimiyah (1)

    248 shares
    Share 99 Tweet 62
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.