“Dengan toleransi dan rasa menghormati, kita dapat hidup bersama dalam satu rumah,” ujarnya.
Rumah adalah bangunan yang kita tinggali. Keluarga adalah nilai yang sangat berharga bagi kita. Menurutnya, toleransi dan rasa hormat itulah komponen paling penting bagi bangunan kekeluargaan dalam sebuah rumah.
“Di manapun itu terbangun, di situlah rumah,” ucap pria 20 tahun itu.
Intrik Politik dan Tuduhan Support Ekstremisme
Pada tahun 2017, sejumlah negara seperti Arab Saudi, Bahrain, Mesir plus Amerika Serikat menuduh Qatar karena aktif mendanai kelompok ekstremis hingga membuat Timur Tengah kacau-balau.
Melalui hasil penjualan sumber daya alam, Qatar dituding mensponsori Ikhwanul Muslimin, berkerabat dengan Taliban atau afiliasi-afiliasi Al-Qaeda, serta terjalin hubungan dengan Iran. Bahkan stasiun televisi terkenal, Al-Jazeera di kota Doha juga dituduh ikut meng-endorsement pemberontak Houthi di Yaman.
Meski begitu, Qatar membantah tuduhan Arab Saudi dan negara-negara Teluk lainnya bahwa mereka mendanai kelompok-kelompok ekstremis. Qatar bersikeras menyatakan bahwa sejumlah langkah anti-terorisme sudah dibuat, bahkan lebih dominan daripada negara tetangganya.
Kembali pada Piala Dunia Qatar. Isu yang berkembang adalah Qatar menjadi negara yang terlalu mengkontrol kebebasan HAM. Media-media Barat konsisten mengkritik Qatar dan FIFA, khususnya mengenai pekerja migran, pelarangan LGBTQ dan pembatasan minuman alkohol. Gianni Infantino selaku presiden FIFA sebelum pembukaan Piala Dunia mengatakan bahwa negara-negara Barat sangat munafik karena terus mengkritisi Qatar dan pesta bola Piala Dunia.
“Kita semua telah mendapat banyak pelajaran (konotasi negatif) dari negara Eropa dan Barat. Saya orang Eropa. Untuk apa yang telah kami lakukan selama 3.000 tahun di seluruh dunia, kami harus meminta maaf selama 3.000 tahun ke depan sebelum memberi pelajaran moral,” kata Infantino.
Apa yang seharusnya dilakukan oleh Qatar sebagai tuan rumah adalah upaya baik. Memang seharusnya sepakbola membawa pesan perdamaian. Bukan pesan politik yang membuat negara-negara terpecah belah.
Harapannya, negara-negara Arab seperti Qatar, Uni Emirat Arab, Bahrain, dan lainnya, mencerminkan negara dengan mayoritas Islam yang lebih inklusif dan toleran. Kalau dari opening ceremony kemarin, penulis yakin Qatar dapat menjadi percontohan.