Selanjutnya mengenai sistem negara, masyarakat ditakut-takuti oleh kebangkitan khilafah Islam yang digemakan oleh organisasi Khilafatul Muslimin. Yang mana, organisasi itu bercita-cita untuk mengganti Indonesia dengan negara Islam, yaitu mengubah sistem demokrasi Pancasila—yang menjadi konsensus para Bapak Pendiri Bangsa beserta para kyai dan ulama—dengan sistem Islam. Tentunya, perkara ini sangatlah serius.
Padahal, jikalau mereka lebih berpikir mendalam, masyarakat Indonesia memeluk ajaran Islam melalui Walisongo yang jalan harmoni. Yaitu, penyandingan antara kebudayaan dan tradisi dengan agama sehingga terciptalah Islam yang ramah dan moderat dengan tetap menjalankan tradisi, tetapi tidak mengusik atau menghilangkan religiusitas Islam itu sendiri. Jadi, Islam itu tidak sebatas sistem negara, melainkan agama penyebar kedamaian.
Oleh karenanya, melalui pribumisasi Islam, Gus Dur meminta agama tidak terapkan apa adanya sesuai nash dan formalistik. Jelas! Gus Dur menolak ihwal itu. Misalnya, terhadap tafsiran ayat Al Qur’an yang berbunyi “udhkuluu fi al silmi kaffah”, yang seringkali ditafsirkan secara literal oleh para pendukung Islam formalis. Jika kelompok Islam formalis—merujuk kelompok Islam radikal—yang menafsirkan kata “al silmi” dengan kata “Islami”, Gus Dur menafsirkan kata tersebut dengan “perdamaian” (peace).
Menurut Gus Dur, konsekuensi dari kedua penafsiran itu punya implikasi luas. Mereka yang terbiasa dengan formalisasi, akan terikat kepada upaya-upaya untuk mewujudkan “sistem Islami” secara fundamental dengan mengabaikan pluralitas masyarakat. Akibatnya, pemahaman seperti ini akan menjadikan warga negara non-Muslim menjadi warga negara kelas dua. (Abdurrahman Wahid, 2011: xvi-xvii)
Sudah pasti. Bahwa apa yang dicanangkan Gus Dur, merupakan counter untuk kelompok Islam radikalis! Maka dari itu, pribumisasi Islam-nya Gus Dur harus kita gemakan semakin keras. Karena, kelompok Islam garis keras juga mempunyai agenda yang semakin mutakhir dalam rangka menyemburkan racun pemahaman agama yang begitu dangkal itu.
Salah satu cara ampuh untuk menggelorakan pribumisasi Islam adalah lebih merawat dan meruwat tradisi lokal khas Indonesia yang kental akan nuansa Islam. Yasinan, Tahlilan, Ziarah Kubur, dan tradisi lain harus senantiasa kita lanjutkan. Karena, ritual-ritual tersebut merupakan warisan Walisongo dalam rangka menyiarkan agama secara lembut dan halus. Sehingga, Islam ala Indonesia menjadi entitas yang tiada terkira dibandingkan corak keagamaan Islam di negara berkembang lainnya, yang mungkin kelompok Islam garis keras hinggap disitu.
Begitulah, Gus Dur dengan pribumisasi Islam, menjadi tembok kokoh untuk bangsa Indonesia agar terlindungi dari serangan paham Islam radikalis yang ingin menjadikan bangsa Indonesia yang heterogen ini, menjadi bangsa yang homogen dan tentunya ingin mengganti Pancasila dengan sistem Khilafah Islam. Al-Fatihah.