Indonesia dengan beragam budaya dan agama kerap kali mengalami berbagai pro dan kontra. Salah satunya pro dan kontra yakni terkait ucapan selamat Natal oleh umat Muslim kepada umat Nasrani. Pasalnya, ada ulama yang membolehkan dan ada juga ulama yang melarang, bahkan mengharamkan umat Muslim mengucapkan selamat Natal kepada umat Nasrani.
Perdebatan terkait ucapan selamat Natal bukan terjadi baru-baru ini melainkan sudah sejak bertahun-tahun lalu, dan akan berulang pada tahun ketahun. Karena masih ada sebagian umat Muslim yang belum bijaksana menanggapi hal ini. Untuk itu dalam tulisan ini akan disajikan perspektif ulama terkait boleh atau tidaknya umat Muslim mengucapkan selamat Natal pada umat Nasrani.
Ulama yang Membolehkan Ucapan Natal
Ulama yang membolehkan umat Muslim mengucapkan selamat Natal kepada umat Nasrani diantaranya; Sheikh Ali Jumu’ah yang merupakan mantan Grand Mufti Mesir tahun 2003-2013, Syaikh Dr. Muhammad Tahir-Ul-Qadri ahli tafsir terkemuka serta pendiri Minhaj al-Quran asal Pakistan, Imam Salim Chisti seorang ulama sufi di Barat, Saikh Yusuf Qaradhawi, dan ulama Indonesia seperti Prof. Muhammad Quraish Shihab. Kelima ulama ini merupakan ulama kontemporer yang membolehkan umat Muslim mengucapkan selamat Natal kepada umat Nasrani.
Sebagaimana umat non-Muslim sering mengucapkan selamat Hari Raya Idul Fitri, Selamat Berpuasa dan ucapan selamat lainnya, Dalam hal ini ulama kontemporer membolehkan umat Muslim mengucapkan selamat Natal sebagai bentuk toleransi dan turut berbahagia atas kebahagiaan saudara sebangsa (non-muslim) karena datangnya Hari Raya mereka. Hal ini didasari oleh al-Quran surah an-Nisa ayat 86:
وَاِ ذَا حُيِّيْتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوْا بِاَ حْسَنَ مِنْهَاۤ اَوْ رُدُّوْهَا ۗ اِنَّ اللّٰهَ كَا نَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيْبًا
“Dan apabila kamu dihormati dengan suatu (salam) penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik atau balaslah (penghormatan itu yang sepadan) dengannya. Sungguh, Allah memperhitungkan segala sesuatu.”
Ayat lain yang menjadi dasar para ulama kontemporer membolehkan umat muslim mengucapkan selamat Natal kepada umat Nasrani ialah al-Qur’an surah Maryam ayat 33:
وَا لسَّلٰمُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُّ وَيَوْمَ اَمُوْتُ وَيَوْمَ اُبْعَثُ حَيًّا
“Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.”
Ibn Katsir menafsirkan, ayat ini mengandung isbat li’ubudiyyahillah (penetapan hamba Allah) bahwa Nabi Isa merupakan hamba Allah yang mengalami fase hidup, mati dan kebangkitan sebagaimana manusia pada umumnya. Namun dalam keadaan tertentu Allah SWT memberikan keselamatan pada Nabi Isa yaitu pada saat dihidupkan dan dibangkitkan, yang merupakan keadaan genting bagi para hamba.
Menurut ulama kontemporer, melalui penafsiran tersebut, surah ini merestui pengucapan selamat Natal (kelahiran Nabi Isa) manusia agung lagi suci. karena dalam surah tersebut Nabi Isa sendiripun tidak pernah mengakui bahwa dirinya tuhan melainkan hamba Allah. Mengucapkan selamat Natal dengan maksud mengagungi Nabi Isa sebagai Nabi Allah sebagaimana nabi-nabi yang lainnya, dan dengan tujuan menciptakan kerukunan serta keharmonisan bagi para ulama kontemporer ini merupakan hal yang disenangi oleh Allah.