Penulis telah menelusuri peta perdebatan ini melalui beberapa sumber. Ada beberapa rangkuman, yang pertama, narasi-narasi di majelis kajian atau di media, mereka tidak lelah mengingatkan kelompoknya dan mewajibkan untuk menyiarkan pemahaman-pemahamannya. Faktanya, kelompok ini sedikit demi sedikit menggerus kelompok Islam Tradisional dalam bingkai istilah ‘Hijrah’ ataupun lain-lain.
Yang kedua, sebagai contoh lain, kelompok Modernis memang kuat dalam segi materi ekonomi. Ada kasus di suatu daerah yang memang sudah tradisi turun temurun di Masjid/Musala melakukan amaliyah-amaliyah Ahlussunnah wa Al-Jama’ah, sekarang sudah tidak melaksanakannya. Sebabnya adalah peran strategis tokoh Modernis di wilayah tersebut. Lalu kemanakah Muslim Post-Tradisional saat itu?
Perebutan ruang publik yang terjadi antara Muslim Post-Tradisionalis dengan Muslim Modernis tampaknya akan berlangsung lama. Ideologi puritan yang dibawa tokoh-tokoh Salafi-Wahabi sudah cukup mengakar. Tradisi seperti peringatan Maulid Nabi SAW. mungkin perlahan akan hilang. Di sisi lain, kalangan Muslim Post-Tradisional dari segi ekonomi memang serba cukup bahkan kekurangan.
Baca Juga:
Karena Kepentingan, Masjid Pun Direbut Orang
Referensi:
Ahmad Ali Riyadi, Gerakan Post-Tradisionalisme Islam, Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 2, No. 2, Agustus 2003
Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, (Jakarta; LP3ES, 1980).
Hayder Affan, Aliran Wahabi dan Wajah Islam Moderat di Indonesia, sumber https://www.bbc.com/indonesia/berita_indonesia/2016/05/160506_indonesia_lapsus_radikalisasi_anakmuda_moderatvradikal
Muh. Hanif Dhakiri dan Zaini Rachman, Post-Tradisionalisme Islam: Menyingkap Corak Pemikiran Dan Gerakan PMII (Jakarta; ISISINDO MEDIATAMA, 2000).
Muhammad Abed al-Jabiri, Post-Tradisionalisme Islam, penerj. Ahmad Baso (Yogyakarta;LKS, 2000).