Substansi di atas merupakan efek positif dari media. Akan tetapi, ada dampak negatif yang terjadi oleh seorang Muslim yang tidak belajar agama secara komprehensif dan taklid buta hanya membaca dari situs internet. Fenomena baru ini sangat berbahaya bagi keberlangsungan hidup Muslim itu sendiri.
Contoh kasus, ada pemuda yang telah lama bekerja di sebuah bank ternama. Bahkan ia mendapatkan banyak penghargaan atas dedikasinya. Sampai ia dijadikan panutan dalam hal pekerjaan. Lalu berubah drastis ketika ia membaca dan mendengar satu ceramah dari salah seorang ustadz pada platform media sosial.
Entah apa yang menjadikan ia berpikir bahwa pekerjaannya selama itu adalah sebuah dosa. Dan akhirnya memutuskan untuk berhenti bekerja. Keputusannya mengagetkan karyawan lain. Alasan sederhana yang dilontarkan bahwa bekerja di sebuah bank adalah dosa!
Kasus lainnya, yakni maraknya komunitas-komunitas “hijrah” yang digagas oleh beberapa orang untuk mengakomodasi para pemuda untuk belajar agama. Mereka tahu akan market kelompok usia muda yang sangat bersemangat dan akan berjangka panjang. Bukan untuk menyalahkan suatu komunitas tertentu, tetapi muatan yang diberikan oleh ustadz tersebut berisi ujaran kebencian dan tidak meyakini falsafah pancasila.
Maka dari itu, hal yang penulis tekankan bagi para pemuda-pemudi Islam, jangan mudah terhasut dan meyakini orang-orang yang selalu menyalahkan keyakinan orang lain. Di media sosial, kita juga mudah terhasut oleh status atau ajakan untuk membenci sesama manusia. Andai selama ini kita mengalami hal-hal tersebut, jadikan momentum peringatan hari sumpah pemuda untuk benar-benar hijrah secara kaffah dari “oknum” yang mengatasnamakan Islam untuk saling membenci dan mencaci.