Kamis, Agustus 21, 2025
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Peradaban
Toleransi Kearifan Lokal dan Politik Rekognisi

Toleransi Kearifan Lokal dan Politik Rekognisi

Toleransi, Kearifan Lokal, dan Politik Rekognisi

Mawardin M. Sidik by Mawardin M. Sidik
09/07/2022
in Peradaban, Tajuk Utama
6 1
0
7
SHARES
130
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

Indonesia merupakan negara multikultur yang terdiri dari ragam etnik, agama dan kepercayaan lokal. Meskipun begitu, kasus intoleransi antar umat beragama masih menjadi pergulatan bangsa ini. Misalnya, mengucapkan selamat hari raya agama lain, tak jarang menyulut kontroversi yang biasanya dipompa oleh kelompok eksklusif-sektarian.

Ujaran kebencian yang berbau penistaan agama acapkali terlihat dalam interaksi keseharian maupun di media sosial. Belum lagi masalah persekusi, dan pelanggaran kebebasan beragama yang menimbulkan gesekan sosial. 

BacaJuga

Menuju Kematangan Hubungan Umat Beragama : Catatan Akhir Tahun

Yang Penting (BUKAN) Pengangguran

Menghidupkan Kesyahidan Pahlawan

Menengok Kearifan Lokal

Tulisan ini akan memulai dengan deskripsi suatu model kerukunan antar agama berbasis kearifan lokal (local genius). Pembelajaran toleransi yang diambil dari Bima, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini adalah salah satu contoh bagaimana mengelola hubungan antar umat beragama. 

Di Bima, ada sebuah desa yang unik, yakni Desa Mbawa, Kecamatan Donggo. Letaknya persis di dataran tinggi bagian barat Kabupaten Bima. Studi mengenai orang Donggo (Dou Donggo) tergambar dalam buku Peter Just (2001) berjudul Dou Donggo Justice: Conflict and Morality in an Indonesian Society. 

Di desa Mbawa terdapat penganut Kristen, Katolik, Islam, termasuk Parafu (kepercayaan lokal). Bahkan dalam satu rumah dihuni anggota keluarga yang berbeda-beda agama. Lambang salib gereja dan kubah masjid di Mbawa sangat terasa sebagai perpaduan simbol religius yang memukau. Begitu pula bunyi adzan dan lonceng yang kadang beriringan.

Ketika mengadakan ritual peribadatan, mereka saling membantu satu sama lain. Umat muslim ikut mengamankan gereja saat perayaan Natal. Begitu pula umat kristen turut menjaga masjid saat Idul Fitri. Warga Mbawa berasal dari pohon silsilah keluarga melalui akar nenek moyang yang sama. Nilai kekeluargaan inilah yang terjaga rapi melampaui sekat-sekat agama. 

Warga Mbawa saling bahu-membahu saat pembangunan masjid dan gereja. Gereja terkadang digunakan oleh kaum muslim untuk menggelar acara pernikahan, pun sebaliknya. Dalam acara sunatan, syukuran panen, dan lainnya, budaya gotong-royong senantiasa terpatri dalam tindakan komunikatif  dan ruang interaksi keseharian. 

Cerita pernikahan beda agama di Mbawa pun terdengar di sana. Ketika ada letupan kecil di antara mereka, tokoh adat Mbawa dari berbagai agama akan turun tangan. Rumah adat (uma leme) akan menjadi tempat pertemuan tetua adat yang kharismatik untuk membahas persoalan kemasyarakatan, termasuk penyelesaian sengketa.  

Contoh lain dari mutiara kearifan lokal masyarakat Mbawa tercermin pula dalam ritual Raju. Doa lintas agama saat musim tanam itu merupakan warisan leluhur, kemudian membentuk akulturasi menawan antara tradisi dan agama. 

Dalam disertasi Abdul Wahid (2016) berjudul Praktik Budaya Raju dalam Pluralitas Dou Mbawa di Bima, Nusa Tenggara Barat, dijelaskan praktik budaya Raju adalah ritual utama dan besar bagi Dou Mbawa (orang Mbawa). Mereka yang berbeda agama melaksanakan praktik itu secara bersama-sama dan periodik (setiap menjelang musim tanam), tanpa dilandasi dan dikendalai oleh perbedaan ajaran agama yang mereka anut. Hal ini dimungkinkan karena Dou Mbawa pendukung praktik budaya Raju yang berbeda agama itu diikat oleh prinsip Mori Sama (hidup bersama) dan satu spiritualitas lokal yang masih hidup bersumber dari kepercayaan Parafu.

Watak pluralitas masyarakat Mbawa didorong oleh kesadaran yang lebih mengkhidmati ruang titik temu daripada ketegangan friksi-friksi teologis yang kontraproduktif. Dalam satu anggota keluarga, ada yang jadi ustadz, dan pendeta. Bahkan tak sedikit, nama-nama warga Mbawa merupakan penyerbukan silang dari terminologi agama-agama yang ada.

Page 1 of 2
12Next
Tags: Bhinneka Tunggal IkaBima - NTBDesa MbawaDonggoKearifan Lokaltoleransitoleransi beragama
Previous Post

Kitab Al-Mawaris fi Syari’ah al-Islamiyah: Membagi Warisan dengan Adil

Next Post

Kurban dan Nalar Abrahamic Religions

Mawardin M. Sidik

Mawardin M. Sidik

Pengamat Politik dan Terorisme

RelatedPosts

edisi desember 2024
Bulletin

Menuju Kematangan Hubungan Umat Beragama : Catatan Akhir Tahun

25/12/2024
Yang Penting Bukan Pengangguran
Kolom

Yang Penting (BUKAN) Pengangguran

04/12/2024
Islamina Edisi November 2024
Bulletin

Menghidupkan Kesyahidan Pahlawan

18/11/2024
Bulletin edisi oktober
Bulletin Islamina

Jihad Santri di Abad Digital

11/10/2024
maulid nabi
Kolom

Pribumisasi Makna Maulid Nabi di Nusantara: Harmoni Agama dan Budaya Lokal

27/09/2024
sejarah maulid
Peradaban

Sejarah Perayaan Maulid Nabi di Nusantara: Dari Wali Songo hingga Tradisi Daerah

25/09/2024
Next Post
Kurban dan Nalar Abrahamic Religions

Kurban dan Nalar Abrahamic Religions

sayyid ahmad zaini dahlan

Jejak Perjuangan Sayyid Zaini Dahlan

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

hukum alam

Hukum Alam Adalah Hukum Tuhan: Apakah Mukjizat Mengingkari Sebab-Akibat

21/08/2025
Membantah Pernyataan Zulkarnain Yusuf Tentang “indonesia Negara Kafir”

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Iman

15/08/2025
teologi kemerdekaan

Al-Baqarah : 177 – Peta Jalan Teologi Kemerdekaan dalam Islam

15/08/2025
kerusakan alam

Ketika Alam Tak Lagi Sakral: Ikhtiar Membangun Eko-Teologi dari Kritik Jantung Peradaban

02/08/2025
kurt godel

Ketika Tuhan Dibuktikan Tidak dengan Keimanan Buta, Tetapi dengan Logika: Kurt Gödel dan Rumus Ketuhanan

27/07/2025

Trending Artikel

  • Ulama Scaled

    Mengenal Istilah Rabbani

    319 shares
    Share 128 Tweet 80
  • 4 Penghalang Ibadah Kepada Allah Menurut Imam Al-Ghazali 

    298 shares
    Share 119 Tweet 75
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    264 shares
    Share 106 Tweet 66
  • Kitab Tajul ‘Arus: Makna Pengorbanan dan Obat Penyakit Hati

    256 shares
    Share 102 Tweet 64
  • Kitab “Majmû’ Fatâwâ” Karya Ibnu Taimiyah (1)

    248 shares
    Share 99 Tweet 62
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.