Kemeriahan Muharram terasa sekali di Indonesia. Mulai dari pawai obor hingga majelis taklim, masjid, mushola, dan instansi-instasi perusahaan mengadakan santunan anak yatim di awal bulan hijriah tersebut. Tentu kegiatan santunan anak yatim ini adalah satu identitas yang melekat pada masyarakat Muslim di Indonesia. Sebab kegiatan tersebut adalah kegiatan yang diridhoi oleh Rasulullah.
Seorang pemuda datang ke Rasulullah SAW dan mengadu kepadanya tentang keras hatinya, maka Rasulullah bertanya, “Apakah engkau ingin hatimu lembut, dan hajatmu terkabulkan?”. Pemuda itu menjawab, “Ya Rasulullah.” Maka Rasulullah menimpalinya, “Kasihilah anak yatim, mengusap kepalanya, memberi makan kepadanya dengan makanan yang biasa kamu makan, maka hatimu akan lembut, dan hajat-hajatmu akan tertunaikan.” (HR. Abu Darda).
Hadis tersebut mengisyaratkan secara tersirat bahwa Nabi menyetujui adanya acara santunan anak yatim. Namun batasan umur anak yatim memang tidak dijelaskan dalam hadis tersebut. Akan tetapi sebagian ulama berpendapat bahwa anak yatim yang disantuni yaitu ia yang belum baligh atau yang belum bisa mencari nafkah secara mandiri. Di sisi lain, boleh juga seorang muslim mengadopsi anak yatim dari kecil di rumahnya. Sebagaimana Rasulullah Saw bersabda, “Barangsiapa yang di rumahnya ada anak yatim, maka Allah akan memberi kasih sayang dan membantu pertolongan untuknya.”
Tentu anak yatim yang diadopsi haruslah mendapatkan jaminan, keamanan, dan pendidikan untuk nantinya ia hidup mandiri. Sebagaimana Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang menjamin anak yatim dari kaum muslimin baik menjamin makan dan minumnya, maka pasti Allah akan mewajibkan untuknya surga, kecuali ia (seseorang yang mengadopsi anak yatim) melakukan perbuatan yang tidak Allah ampuni untuknya.”