Sedekah, infak dan zakat fitrah merupakan instrumen dalam membentuk pribadi yang pandai untuk saling berbagi dan membangun empati terhadap penderitaan serta kesulitan yang lain, terutama dalam momentum bulan Ramadan. Dan di akhir Ramadan, umat Islam bahkan diwajibkan untuk mengeluarkan zakat fitrah, sebagai penyempurnaan ibadah untuk mensucikan harta, menuju jiwa yang fitri di hari Raya Idul Fitri.
Wakil Direktur Eksekutif Internasional Conference of Islamic Scholar (ICIS), KH. Khariri Makmun, Lc, Dpl., MA menilai makna puasa dan zakat fitrah dalam bulan suci Ramadan sejatinya guna menumbuhkan rasa empati dan memfitrahkan diri untuk kembali menjadi manusia yang fitri.
“Salah satu diantara hikmah kenapa Allah mewajibkan puasa itu diantaranya adalah menumbuhkan rasa empati kepada orang lain, disempurnakan dengan Zakatul Fitri, memfitrahkan diri kita sendiri,” ujar KH. Khariri Makmun di Jakarta, Sabtu (30/4/2022).
Ia melanjutkan, dengan zakat fitrah sebagai bagian dari amalan di bulan suci, maka hendaknya juga dijadikan momentum bagi umat untuk me-reset atau mendesain ulang diri agar tunduk dengan kemauan sang Ilahi, yang bisa dikendalikan untuk kepentingan beribadah dan menjadi manusia yang fitri.
Wakil Sekretaris Komisi Dakwah Pengurus Pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini juga menilai bahwa masyarakat perlu memahami hikmah berzakat dan berpuasa sebagai upaya menghilangkan sikap permusuhan, kebencian bahkan perbuatan radikal intoleran.
Termasuk jika dikaitkan dengan era sekarang, era dimana orang tidak bisa meninggalkan diri dari sosial media yang didalamnya banyak terisi konten negatif yang bisa memicu perbuatan buruk.
Menurutnya, esensi puasa dan zakat juga untuk menjadikan jiwa suci dan semakin bertaqwa, maka implikasinya ialah dengan mengendalikan ucapan, terutama dalam bersosial media, menjauhkan diri dari tulisan yang bisa memprovokasi orang lain untuk permusuhan, untuk membenci orang lain, termasuk berbuat radikal.