Hukum berkurban adalah dianjurkan atau sunnah mu’akkad (ala al-kifayah), bagi Muslim, baligh, berakal dan mampu. Jika salah satu anggota keluarga (ahli bait) telah berkurban, maka kurban itu sudah mencukupi untuk keseluruhan keluarga itu, sehingga bagi anggota keluarga yang lainnya sudah tidak ada tuntutan untuk mengerjakan kesunnahan tersebut. Jika ditinggalkan, maka makruh hukumnya.
Hukum berkurban menjadi wajib jika sudah ditentukan (muayyanah) atau dinadzarkan.
Lalu, bagaimana dengan hukum melaksanakan kurban untuk orang yang sudah meninggal?
Para ulama berbeda pendapat (khilaf). Alasan yang tidak memperbolehkan adalah karena berkurban merupakan ibadah yang hukum asalnya tidak boleh dilakukan oleh orang lain, tanpa ada dalil yang mendasarinya. Keterangan tersebut terdapat dalam kitab Mauhibah Dzi al-Fadl karya Syekh Mahfudz at-Turmusi, Juz 4 halaman 692, sebagai berikut:
لاَ تَجُوْزُ وَلاَ تَقَعُ التَّضْحِيَّةُ مِنْ شَخْصٍ عَنْ غَيْرِهِ الْحَيِّ ِلأَ نَّهَا عِبَادَةٌ وَاْلأَصْلُ مَنْعُهَا عَنِ الْغَيْرِ إِلاَّ ِلدَلِيْلٍ
”Tidak boleh dan tidak akan berhasil kurban seseorang menggantikan orang lain yang masih hidup, karena kurban adalah ibadah, sedangkan hukum asalnya adalah tercegah beribadah dari orang lain kecuali dengan dalil.”
Di samping itu, ternyata mereka tidak berwasiat, sehingga orang lain tidak dapat berkurban menggantikannya. Mereka membedakan antara berkurban dan shadaqah, bahwa kurban menyerupai fida’ (penebusan diri), sehingga jika dilakukan oleh orang lain harus terdapat izin dari pihak yang akan dilaksanakan kurbannya, berbeda dengan shadaqah. Sebagaimana keterangan Syekh Mahfudz at-Tarmasi dalam halaman berikutnya (693):
وَلاَ يُضْحِيْ أَحَدٌ عَنْ مَيّتٍ لَمْ يُوْصِ لِمَا مَرَّ وَفُرِّقَ بَيْنَهَا وَبَيْنَ الصَّدَقَةِ بِأَنَّهَا تُشْبِهُ الْفِدَاءَ عَنِ النَّفْسِ فَتَوَقَّفَتْ عَلَى اْلإِذْنِ بِخِلاَفِ الصَّدَقَةِ وَمِنْ ثَمَّ لاَيَفْعَلُهَا وَارِثٌ وَأَجْنَبِيٌّ عَنِ الْمَيِّتَ وَإِنْ وَجَبَتْ بِخِلاَفِ نَحْوِ حَجٍّ وَزَكَاةٍ وَكِفَارَةٍ ِلأَنَّ هذِهِ لاَ فِدَاءَ فِيْهَا فَأَشْبَهَتِ الْمَدْيُوْنُ وَلاَ كَذلِكَ التَّضْحِيَّةُ
“Seseorang tidak boleh berkurban dari mayit yang tidak berwasiat karena alasan yang telah disebutkan. Ia dan shadaqah dibedakan dengan; bahwa berkurban menyerupai fida’ (penebusan) diri, maka terkait dengan izin, berbeda dengan shadaqah. Oleh karenanya, ahli waris dan orang lain tidak boleh menggantikannya, walaupun kurban wajib. Berbeda dengan semisal haji, zakat, dan kafarot, karena di dalamnya tidak terdapat unsur fida’. Hal-hal ini menyerupai hutang, sedangkan berkurban tidak.”