Ulama’ merupakan panutan umat sekaligus pewaris ilmu Nabi. Mereka berupaya sekuat tenaga untuk selalu melestarikan ilmu yang diperoleh dari guru-gurunya dengan cara mengajarkan kepada orang lain. Ada pula yang membukukan menjadi sebuah karya monumental yang bermanfaat bagi generasi setelahnya.
Salah satu Ulama’ Nusantara yang dikenal dunia akan karya-karyanya yaitu Syeh Nawawi al-Bantani. Ia dijuluki sebagai Sayyid Ulama’ Hijaz (pemimpin Ulama’ tanah Hijaz) serta menjadi rujukan bagi kalangan santri pesantren di Indonesia.
Syeh Nawawi al-Bantani dilahirkan di daerah Tanara, Banten pada tahun 1813 M dan meninggal pada tahun 1897 M.
Sejak kecil ia telah dididik dengan tradisi keagamaan yang sangat kuat sehingga kelak menghantarkannya menjadi ulama besar yang dikenal dunia.
Dalam Muqaddimah tafsirnya yang berjudul Marah Labid, syeh Nawawi al-Bantani mengungkapkan perasaan beratnya dan merasa khawatir bila dirinya termasuk orang yang menafsirkan Al Qur’an dengan pendapatnya sendiri (ra’yu).
Kekhawatiran ini berdasarkan hadis yang berbunyi:
عن جندب : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال : من قال في القرآن برأيه فأصاب ، فقد أخطأ . رواه أبو داود
Artinya:
Diriwayatkan dari Sahabat Jundub bahwasanya Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda: Barangsiapa yang berpendapat dalam masalah Al Qur’an dengan pendapatnya sendiri kemudian sesuai maka ia termasuk orang yang keliru. (HR. Abu Dawud).
Begitu pula hadis yang berbunyi: