Keputusan Pemerintah untuk tetap melanjutkan Pilkada Serentak Tahun 2020 di 270 daerah ramai menimbulkan pro-kontra di kalangan masyarakat. Sejak awal, sebenarnya sudah banyak dari kalangan masyarakat mulai mendiskusikan bagaimana proses pelaksanaan Pemilu di tengah pandemi. Hal ini untuk mengantisipasi pencegahan penyebaran virus corona lebih jauh di seluruh lapisan masyarakat. Tidak hanya soal Pilkada yang menjadi dampak dari badai COVID-19, sektor strategis lain seperti kesehatan, pendidikan, ekonomi, tenaga kerja dan lainnya menjadi sekian masalah yang harus dihadapi dan dicarikan solusinya secara bersama.
Di masa pandemi ini, Pemerintah akan sering kali dihadapkan dengan pilihan-pilhan kebijakan yang pelik dan tidak populer. Semua kebijakan untuk pencegahan penyebaran langsung dikerahkan. Apabila terlambat, maka akan menyebabkan efek yang fatal. PSBB, lockdown, dilarang mudik, jaga jarak, wajib masker, kurangnya produktifitas ekonomi warga, karantina, fasilitas rumah sakit, dilarang berkumpul, kelengkapan tenaga medis, penutupan tempat ibadah, sekolah online, new normal, termasuk dilarang “balap-lari” dan lainnya adalah sekian kebijakan yang sudah diterapkan dan tentu menimbulkan efek samping yang nyata. Dari kebijakan tersebut, intinya Pemerintah menuntut masyarakatnya untuk disiplin.
Lanjut atau Tunda Pilkada: Kekurangan dan Kelebihan
Dalam konteks Pilkada, Pemerintah sudah mengeluarkan output berupa Perppu No. 2 Tahun 2020 yang kini telah disahkan DPR menjadi Undang-Undang sejak 14 Juli 2020, sebagai payung hukum atas penundaan pelaksanaan Pilkada dari 23 September 2020 digeser menjadi 9 Desember 2020. Penundaan pelaksanaan Pilkada tersebut adalah tak lain dampak dari melonjaknya angka positif covid-19 di tanah air.
Hingga kini sejak tulisan ini dibuat, angka kasus positif covid-10 terus menerus mengalami peningkatan dan mencapai angka sebanyak 275.213 (tertanggal 27 September2020). Melihat angka yang terus naik, organisasi masyarakat sipil belum lama ini menyatakan sikap untuk mendesak Pemerintah agar segera menunda pelaksanaan Pilkada terus digulirkan. Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia juga ikut menyuarakan hal yang sama. Bagi kedua ormas Islam tersebut, keselamatan masyarakat jauh lebih utama. Terlebih, sudah banyak pejabat penyelenggara Pemilu terjangkit positif covid-19. Jaringan GUSDURian juga mengeluarkan sikap serupa, menurutnya sikap Pemerintah dan DPR tidak memiliki sense of crisis terhadap wabah yang sedang berlangsung sekarang. Keduanya juga masih menempatkan kepentingan politik di atas kemanusiaan. Padahal di sisi lain, sebelumnya di UU Nomor 6 Tahun 2020 tentang Penetapan Perppu No. 2 Tahun 2020 sudah memberikan kelonggaran terhadap Pilkada yang dijelaskan dalam Pasal 201A Ayat (3), dan mekanismenya juga diatur dalam Pasal 122A.
Untuk merespon desakan penundaan Pilkada, akhirnya Pemerintah, DPR (Komisi II) dan Penyelenggara Pemilu telah menetapkan bahwa Pilkada yang akan diselenggarakan tanggal 9 Desember 2020 mendatang tetap dilaksanakan sebagai bentuk komitmen masyarakat untuk menjaga hak konstitusi rakyat, dengan catatan bahwa peraturan pelaksanaan Pilkada harus sesuai dengan standar protokol kesehatan pencegahan covid 19. Hingga kini, peraturan untuk itu masih dibahas, sedangkan tahapan sudah berjalan dan pelaksanaannya kurang dari 3 bulan mendatang. Hal ini banyak dikhawatirkan oleh pegiat Pemilu bahwa peraturan tersebut terkesan dibuat terburu-buru, dan dapat berdampak pada kualitas pelaksanaan Pilkada.
Memang akan banyak melahirkan kekurangan dan kelebihan dari lanjut atau ditundanya pelaksanaan Pilkada. Kelebihannya dilanjut adalah, pertama, melanjutkan kepemimpinan daerah sesuai dengan waktu yang ditetapkan oleh perundang-undangan. Kedua, kepemimpinan berbasis kedaulatan rakyat. Ketiga, sebagaimana alasan Pemerintah, untuk menjamin hak konstitusi rakyat untuk dipilih dan memilih. Keempat, wabah covid 19 tidak dapat diprediksi kapan akan berakhir. Kelima, menggerakan roda ekonomi. Sedangkan kekurangannya adalah, pemerintah tidak fokus menangani pencegahan penularan covid di tengah masyarakat. Kedua, membutuhkan biaya yang sangat besar (harus standar protokol kesehatan). Ketiga, adanya jaga jarak membuat ketidakadilan antara petahana dan penantang.
Di sisi lain jika ditunda, kelebihannya adalah persiapan Pemilu jauh lebih matang dan kualitasnya terjaga. Kedua, pemerintah bisa fokus menangani pandemi. Ketiga, meminimalisir meluasnya penularan. Kekurangannya adalah, jabatan diisi oleh individu yang tidak dipilih langsung. Kedua, menghadirkan hambatan yang menginginkan perubahan politik di daerah.