Di dalam Al-Qur’an kata “Allah” terulang sebanyak 2.698 kali. Secara tegas Tuhan Yang Maha Esa sendiri yang menamai dirinya Allah, sebagaimana yang tercantum di dalam surat Thaha (20) ayat 14:
إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلَاةَ لِذِكْرِي
Artinya: “Sesungguhnya aku ini adalah Allah, tidak ada Tuhan (yang hak) selain Aku, Maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku”.
Para ulama dan pakar bahasa berbeda pendapat apakah kata “Allah” memiliki akar kata apa tidak. Sekian banyak ulama yang berpendapat bahwa kata itu tidak terambil dari satu akar kata tertentu, tetapi ia adalah nama yang menunjuk kepada Dzat yang wajib wujud-Nya, yang menguasai seluruh hidup dan kehidupan, yang kepada-Nya seharusnya seluruh makhluk mengabdi dan memohon.
Namun banyak ulama juga berpendapat bahwa kata “Allah” asalnya adalah Ilah () yang dibubuhi huruf alif dan lam, dengan demikian merupakan nama khusus yang tidak dikenal bentuk jamaknya. Sedangkan Ilah adalah nama yang bersifat umum dan yang dapat berbentuk jamak (plural) Alihah (). Dalam bahasa Inggris, baik yang bersifat umum maupun khusus keduanya diterjemahkan dengan god. Demikian pula dalam bahasa Indonesia, keduanya diterjemahkan dengan tuhan, tetapi cara penulisannya dibedakan; yang bersifat umum ditulis dengan huruf kecil god/tuhan, dan yang bermakna khusus ditulis dengan huruf besar God/Tuhan.
Sebagian ulama juga berpendapat bahwa kata Ilah yang berbentuk kata Allah, berakar dari kata al-Ilahah(), al-Uluhah (), dan al-Uluhiyah (), semuanya menurut mereka bermakna ibadah/penyembahan, sehingga secara harfiah bermakna Yang disembah. Pendapat ulama lain menyatakan bahwa kata tersebut berakar dari kaa alaha dalam arti mengherankan atau menakjubkan, karena segala perbuatan/ciptaan-Nya menakjubkan atau bila dibahas hakikat-Nya akan mengherankan akibat ketidaktahuan makhluk tentang Dzat Yang Mahaagung. Ada pula ulama yang mengatakan bahwa kata tersebut terambil dari akar kata aliha-ya’lahu yang berarti tenang bersama-Nya, atau dalam hati “menuju” dan “memohon”, karena harapan seluruh makhluk tertuju kepada-Nya, dan kepada-Nya juga makhluk memohon.
Namun demikian, betapapun terjadi perbedaan pendapat kiranya dapat disepakati bahwa kata “Allah” mempunyai kekhususan yang tidak dimiliki oleh kata lain selain-Nya; ia adalah kata yang sempurna huruf-hurufnya, sempurna maknanya, serta memiliki kekhususan berkaitan dengan rahasianya, sehingga sebagian ulama menyatakan bahwa kata itulah yang dinamai Ismullah al-A’zham (nama yang paling mulia) yang bila diucapkan dalam doa, Dia akan mengabulkannya.
Keistimewaan kata “Allah” bisa dilihat dari dua segi. Pertama, dari segi lafalnya; ketika kata “Allah” dihapus huruf awalnya maka akan berbunyi “Lillah” yang artinya milik/bagi-Nya. Jika dihapus kata awal dari Lillah, maka akan terbaca “Lahu” yang berarti bagi-Nya. Selanjutnya jika dihapus lagi huruf awal dari Lahu, maka akan terdengar dalam ucapan “Hu” yang berarti Dia (menunjuk kepada Allah), dan bila inipun dipersingkat maka akan terdengar suara “Ah” yang pada lahirnya mengandung makna keluhan, tetapi pada hakikatnya adalah seruan permohonan kepada-Nya. Oleh sebab itu, kata “Allah” terucapkan oleh manusia sengaja maupun tidak sengaja, suka atau tidak suka. Itulah bukti adanya fitrah manusia.
Kedua, dari segi makna bahwa kata “Allah” mencakup segala sifat-sifat-Nya. Karena itu, jika kita berkata “Ya Allah” maka semua nama-nama/sifat-sifat-Nya telah dicakup oleh kata tersebut. Di sisi lain, jika kita berkata “ar-Rahim” (Yang Maha Pengasih), maka sesungguhnya yang kita maksud adalah Dia. Demikian pula jika kita berkata “al-Munaqim” (Yang Membalas Kesalahan). Namun kandungan makna “ar-Rahim” tidak mencakup pembalasan-Nya, atau sifat-sifat-Nya yang lain. Itulah sebabnya mengapa dalam syahadat, seseorang harus menggunakan kata “Allah” ketika mengucapkan: Asyhadu an la Ilaha illa Allah (), dan tidak dibenarkan mengganti kata “Allah” dengan nama-nama-Nya yang lain, misalnya Asyhadu an la Ilaha illa ar-Rahim.
Disarikan dari Ensiklopedi Al-Qur’an Jilid I: Kajian Kosakata terbitan Lentera Hati: Jakarta (2007)