Bagi kalian penggemar sepak bola Liga Inggris, pasti tidak asing dengan beberapa atribut klub atau pihak liga dengan ornamen warna-warni. Betul, hal tersebut bukan tiba-tiba ada tanpa ada penyebab. Marginalisasi sebagian kalangan yang “merendahkan” komunitas L68T di sepak bola menjadi penyebabnya.
Hampir tiga tahun ini Liga Inggris gencar melakukan kampanye inklusif terhadap kelompok L68T atau lebih familiar dengan Rainbow Laces. Dikutip dari goal.com, Bill Bush sebagai direktur eksekutif Premier League, membenarkan bahwa Liga turut ambil bagian dalam kampanye L68T ini
“Klub-klub kami telah bekerja sangat bagus untuk menegaskan pesan bahwa sepakbola adalah untuk semua orang. Kami bangga bisa mengambil bagian dalam kampanye ini,” ucap Bill Bush, direktur eksekutif Premier League.
Beberapa atribut seperti bendera corner, tempat alas bola, papan skor dan iklan dihiasi dengan warna pelangi. Tak ketinggalan juga, para pemain menggunakan tali sepatu dan ban kapten berwarna pelangi. Hal ini sebagai bentuk dukungan kepada kelompok L68T.
Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana sikap para pemain dan pengurus klub-klub Liga Inggris yang beragama Islam?
Sikap Pemain Muslim atas Kampanye L68T di Liga Inggris
Sebetulnya tak hanya Liga Inggris saja yang mengkampanyekan persamaan hak L68T dalam sepak bola. Di kompetisi lain seperti EURO 2020 dahulu, antara pihak penyelenggara lokal dan pusat berbeda menyikapi adanya Rainbow Laces di pertandingan. Perbedaan itu hanya dalam sikap politis.
Mari kita coba telusuri lagi. Seperti yang dilansir oleh The Sun, di Liga Inggris sekitar 72% suporter sepak bola lebih sering mengujarkan kebencian kepada kaum L68T saat menonton pertandingan. Oleh karena inilah, kenapa sepak bola dipilih dalam kampanye persamaan hak L68T di Inggris.
Kita tahu banyak pemain Muslim di Liga Inggris, seperti Paul Pogba, Mo Salah, Hakim Ziyech, İlkay Gündoğan, dan masih banyak yang lain. Namun, masih belum ada salah satu dari pemain Muslim berpendapat terkait kampanye L68T dalam Liga.
Peristiwa ini menimbulkan sebuah paradoks diantara fans atau suporter bola yang beragama Islam. Mereka mendukung klub bola kesukaan, tetapi di sisi lain klub yang didukung juga berkampanye tentang L68T. Dan di agama Islam, L68T merupakan perilaku yang tidak dibenarkan.