Polemik perempuan sebagai pemimpin dalam politik Islam yang berakar dari hadist agaknya melupakan sebuah narasi kerajaan Saba’ yang pernah dipimpin oleh ratu Bilqis. Keagungan kerajaan dalam peribahasa bahasa Jawa digambarkan “gemah ripah loh jinawi” yang disebut “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur” (negara yang makmur dan damai). Hal itu menjadi bukti bahwa Allah memuji kepemimpinan ratu Balqis yang diabadikan sebagai salah satu contoh negara ideal. Keberhasilan suatu negara (kerajaan) tidak dapat dipisahkan dari tangan dingin penguasa yang memimpin serta orang-orang di sekeliling. Negara Saba’ menjadi sebuah role model negara ideal bagi ulama untuk membangun negara yang dirahmati oleh Allah SWT. Hal itu juga menjadi cita-cita kaum muslimin untuk bisa mewujudkan negara Saba’ di Indonesia.
Dua organisasi besar, yakni Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama (NU) memiliki cita-cita turut mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum yang “baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur“. Muhammadiyah melalui Islam berkemajuan berusaha mewujudkan melalui sektor pendidikan, kesehatan dan jihad konstitusinya. Sementara NU, yang terkenal dengan Islam Nusantara mewujudkan melalui puncak rumput (politik), jihad ekologis, mempersiapkan doktor, dan gerakan akar rumput. Setidaknya ada beberapa poin untuk menjadi negara seideal Saba’.
1. Bebas Korupsi
Keadidayaan dan kejayaan suatu negara tidak akan lepas dari sikap jujur dari pemimpin, pejabat hingga rakyat. Mustahil sebuah negara akan jaya dan sentosa manakala masih ada dan memiliki pejabat yang menggerogoti tubuh sendiri secara membabi buta dan ilegal. Selain itu budaya suap di akar rumput juga menjadi faktor penunjang. Yang ada, negara berada di ujung tanduk kemerosotan dan kehancuran. Oleh sebab itu, untuk menjadikan Indonesia sebagai negara jaya dan sentosa, harus menyelesaikan PR besar melawan sikap dan tindakan tersebut. Korupsi dalam hukum positif disebut sebagai extraordinary crime (kejahatan luar biasa). Implikasi dari korupsi berakibat pada ketidakstabilan, terhambatnya pembangunan manusia dan infrastruktur serta kemiskinan yang tidak tertangani.
2. Toleransi
Perbedaan adalah sebuah keniscayaan, maka sikap toleransi merupakan sebuah nafas agar perbedaan bisa diterima dan disikapi secara bijaksana dan bestari. Nenek moyang Indonesia sudah lama mempraktekkan sikap toleransi antar umat beragama. Bahkan pernah ada praktek perkawinan lintas agama antara Pramudhawardani dari wangsa Syailendra (Budha) dengan Rakai Pikatan dari wangsa Sanjaya (Hindu). Konsep perkawinan lintas agama saat itu tidak meleburkan masing-masing agama, tetapi tetap hidup berdampingan sesuai agama masing-masing. Meletakkan toleransi sebagai sebuah nafas di Indonesia, tercermin pada semboyan negara yaitu bhineka tunggal Ika (berbeda-beda tetap satu jua).
3. Sejahtera
Negara yang ideal, sebagaimana yang digambarkan kerajaan Saba, yakni kemakmuran masyarakat karena kekayaan kerajaan. Indonesia memiliki komponen dan unsur sumber daya alam yang melimpah, bahkan pernah menjadi negara jajahan Belanda berabad tahun lantaran sumber rempah-rempah yang melimpah. Selain itu ada pertambangan, emas, air dan tanah yang subur harusnya menjadi media memakmurkan rakyat, hanya perlu sumber daya manusia yang bertanggung jawab dalam menjaga keseimbangan hubungan antara manusia dengan alam.