Jargon-jargon agama sah-sah saja digunakan untuk berkampanye. Namun jangan gunakan agama untuk politik identitas, apalagi untuk menyalahkan pihak lain diluar kelompoknya, apalagi mengkampanyekan khilafah.Termasuk mengkampanyekan bahwa Indonesia harus menganut hukum agama tertentu.
“Itu jelas menyalahi serta melanggar konsensus nasional yang telah disepakati para founding fathers bangsa. Politik identitas itu boleh saja asal yang positif, yang tidak bertentangan dengan agama, yang bertujuan memajukan bangsa, dan tidak mengganggu orang lain, itu positif. Jadi politik identitas jangan selalu dipahami negatif,” katanya ujar Pengamat Terorisme dari Universitas Indonesia, Ridlwan Habib di Jakarta, Rabu (15/6/2022).
Namun untuk Pilpres 2024 nanti, menurut Ridlwan, politik identitas sudah tidak relevan. Pasalnya masyarakat sudah makin cerdas, literasi masyarakat tentang hoax, berita palsu, berita bohong itu sudah makin pintar.
“Mungkin di 2014, 2019 berita hoax masih bisa dan banyak beredar di WA grup, tapi di 2024 saya tidak yakin,” tutur Ridlwan.
Ia melanjutkan, hal ini juga terkait faktor banyaknya generasi Z atau millenial yang saat ini yang sudah ‘melek’ digital dan unggul dalam literasi, sehingga generasi ini sudah memahami mana berita palsu, hoax dan bohong. Dengan demikian, narasi politik identitas yang negatif sudah harus ditinggalkan.
Dirinya juga menyebut dalam perjalanan demokrasi di Indonesia, seringkali ditemui oknum dengan kepentingan yang memanfaatkan isu sentimen agama yang justru menimbulkan reaksi balik dari segolongan masyarakat. Hal ini mengakibatkan kerukunan, persatuan, kemajemukan, tenggangrasa bangsa ini tercederai oleh narasi keagamaan yang dipaksakan dalam politik.
“Bahwa Indonesia menganut kebebasan demokrasi, tiap orang boleh berekspresi itu wajib dijaga, akan tetapi kebebasan berekspresi itu tidak boleh melanggar kebebasan orang lain, nah termasuk dalam hal berpolitik itu tadi,” tutur Ridlwan.
Tidak hanya itu, kondisi iklim demokrasi yang dirusak dengan pertarungan sentimen agama justru akan semakin melanggengkan jalan bagi kelompok radikal guna mewujudkan visi misinya guna mengganti ideologi Pancasila dengan ideologi atau system yang mereka percayai.