Kamis, Agustus 21, 2025
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Peradaban
Sunnah Rasul Saw dalam Tradisi Selamatan Hari

Sunnah Rasul Saw dalam Tradisi Selamatan Hari

Sunnah Rasul Saw dalam Tradisi Selamatan (1)

Upaya Menjaga Ritual Islam Klasik Sejak Zaman Sahabat

Agus Dwi Handoko, Lc. by Agus Dwi Handoko, Lc.
16/01/2023
in Peradaban, Populer, Tajuk Utama
27 2
0
29
SHARES
577
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

Masyarakat Jawa pada khususnya, yang telah lama berinteraksi dengan budaya-budaya global, melalui teknologi informatika, sistem telekomunikasi, dan perangkat keilmuan modern saat ini, masih mengamalkan, menghayati dan mempertahankan budaya-budaya lokal yang diwariskan oleh leluhur mereka. Diantara tradisi tersebut adalah tradisi selamatan yang terkait dengan peristiwa kematian seorang warga, dari komunitas penganut tradisi tersebut. Bahkan, selamatan seperti ini sudah menjadi tradisi banyak orang di bumi Indonesia, meskipun tradisi tersebut terkesan berbeda atau berlawanan dengan prinsip-prinsip hidup yang modern.

Bentuk dari selamatan ini, diselenggarakan oleh masyarakat penganut tradisi ini, dengan menyajikan makanan kepada para pentakziah yang datang di rumah duka. Ahli keluarga rumah duka tersebut, dengan bantuan sanak saudara dan tetangganya, menyiapkan makanan untuk jamuan para tamu yang melawat, atau sekedar berbela sungkawa. Kemudian diteruskan dengan prosesi pembacaan Al-Qur’an, tahlil, dan doa yang dimaksudkan untuk membantu meringankan perjalanan kubur yang mati.

BacaJuga

Menuju Kematangan Hubungan Umat Beragama : Catatan Akhir Tahun

Yang Penting (BUKAN) Pengangguran

Menghidupkan Kesyahidan Pahlawan

Di sini, tidak ada salahnya, jika kita simak lebih cermat lagi, bahwa anggapan selamatan  bagi orang meninggal tersebut sama sekali bukan warisan Islam budaya lokal, tradisi yang diwariskan oleh agama lain, bahkan bukan tradisi kultur “Jawa” dan sebagainya. Tetapi sebenarnya tradisi membuat acara selamatan selama tujuh malam bagi orang  meninggal, murni warisan agama Islam sejak zaman sahabat, yang turun temurun menjadi tradisi umat, yang dijaga hingga kini. Jadi jangan heran kalau kenduri atau selamatan ternyata juga diselenggarakan di tanah arab. Imam As-Suyuthi mengatakan: “tradisi “selamatan” (ritual doa dan sedekah makanan, dimana pahalanya dihadiahkan kepada si mayit) selama tujuh hari, yang mengiringi kematian seseorang, masih berlangsung di kota suci Mekah dan Madinah, dari dulu hingga saat ini. Tradisi tersebut terus berjalan berkesinambungan dari masa sahabat Rasulullah Saw hingga sekarang ini. Penduduk kedua kota suci mewarisi tradisi “selamatan” tersebut, dari generasi ke generasi secara estafet, sejak masa sahabat Nabi Saw”.[1]

Benarkah demikian? Adakah hadits tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari? Lantas bagaimana kualitas hadits tersebut, kuat atau lemah (shahih atau dla’if)? Kenapa ada pengkhususan hitungan tiga hari, tujuh hari, maupun yang keempat puluh hari, apa peran dan hikmahnya? Kenapa mesti ada selamatan dan sedekah dengan makanan? Bukankah rasanya janggal – kalau tidak dikatakan “dibuat-buat” atau pembodohan terhadap umat – bahwa  selamatan ini warisan sahabat? Sudah tentu tanda tanya seperti ini, kadang masih menghiasi batin kita, baik bagi kita yang rajin  mengamalkannya, maupun orang yang menentangnya.

Kebanyakan orang, sebenarnya kurang mengetahui tuntunan syari’at dalam mengiringi prosesi pasca meninggalnya seseorang. Apakah cukup didoakan sewajarnya oleh ahli keluarganya dengan hanya berdiam diri di rumah masing-masing? Apa mesti mengundang sanak saudara dan tetangga kita, untuk berkumpul di rumah duka selama tujuh malam, mengadakan selamatan, tahlil, berdoa bersama untuk si mayit, sedang yang punya hajat menyajikan makanan untuk semua tamu yang datang selama tujuh malam itu? Bukankah keluarga tersebut sedang tertimpa duka, kenapa mereka mesti menyajikan makanan? Bukankah itu malah memberatkan, seperti ungkapan “udah jatuh tertimpa tangga”? mana bentuk keadilannya, sehingga yang berduka malah berhutang kesana-sini untuk mengadakan acara makan-makan itu? Apakah ini masuk akal?

Page 1 of 2
12Next
Tags: SelamatanSunnah RasulTradisi Islam
Previous Post

Fenomena Mualaf Menjadi Ustadz

Next Post

Duri Islamisme dalam Sejarah NKRI

Agus Dwi Handoko, Lc.

Agus Dwi Handoko, Lc.

RelatedPosts

edisi desember 2024
Bulletin

Menuju Kematangan Hubungan Umat Beragama : Catatan Akhir Tahun

25/12/2024
Yang Penting Bukan Pengangguran
Kolom

Yang Penting (BUKAN) Pengangguran

04/12/2024
Islamina Edisi November 2024
Bulletin

Menghidupkan Kesyahidan Pahlawan

18/11/2024
Ketua Baznas RI
Kabar

Ketua BAZNAS RI Tekankan Kebutuhan Ilmuwan Filantropi

22/10/2024
Bulletin edisi oktober
Bulletin Islamina

Jihad Santri di Abad Digital

11/10/2024
maulid nabi
Kolom

Pribumisasi Makna Maulid Nabi di Nusantara: Harmoni Agama dan Budaya Lokal

27/09/2024
Next Post
Duri Islamisme dalam Sejarah NKRI

Duri Islamisme dalam Sejarah NKRI

maxresdefault

TALIBAN, BUKAN KARENA MEREKA ISLAM

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

hukum alam

Hukum Alam Adalah Hukum Tuhan: Apakah Mukjizat Mengingkari Sebab-Akibat

21/08/2025
Membantah Pernyataan Zulkarnain Yusuf Tentang “indonesia Negara Kafir”

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Iman

15/08/2025
teologi kemerdekaan

Al-Baqarah : 177 – Peta Jalan Teologi Kemerdekaan dalam Islam

15/08/2025
kerusakan alam

Ketika Alam Tak Lagi Sakral: Ikhtiar Membangun Eko-Teologi dari Kritik Jantung Peradaban

02/08/2025
kurt godel

Ketika Tuhan Dibuktikan Tidak dengan Keimanan Buta, Tetapi dengan Logika: Kurt Gödel dan Rumus Ketuhanan

27/07/2025

Trending Artikel

  • Ulama Scaled

    Mengenal Istilah Rabbani

    319 shares
    Share 128 Tweet 80
  • 4 Penghalang Ibadah Kepada Allah Menurut Imam Al-Ghazali 

    298 shares
    Share 119 Tweet 75
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    264 shares
    Share 106 Tweet 66
  • Kitab Tajul ‘Arus: Makna Pengorbanan dan Obat Penyakit Hati

    256 shares
    Share 102 Tweet 64
  • Kitab “Majmû’ Fatâwâ” Karya Ibnu Taimiyah (1)

    248 shares
    Share 99 Tweet 62
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.