Kamis, Agustus 21, 2025
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Kolom
Khadijah Tak Berpuasa Ramadan

Khadijah Tak Berpuasa Ramadan

Hiasi Diri Dengan Sifat Rendah Hati

Ahmad Rusdi by Ahmad Rusdi
07/07/2020
in Kolom
8 0
0
8
SHARES
165
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

Pasca Webinar “Menangkal Radikalisme Dalam Masa Pandemi” yang diselenggarakan oleh Persada Nusantara pada hari Sabtu 20 Juni 2020, Gus Hatim ketua Persada Nusantara membuat website Home-Islamina dengan misi menampung tulisan-tulisan agak serius soal keislaman, khususnya terkait dengan radikalisme dan Islam Moderat.

Saya kenal dengan Gus Hatim —nama lengkapnya Hatim Gazali, MA—, sosok anak muda yang selalu gelisah dengan persoalan ummat. Saya banyak belajar dengan beliau terutama bila suudah terkait dengan IT, satu ilmu yang sampai sekarang saya masih lebih banyak tidak fahamnya dibanding ngertinya. Gus hatim alumni pesantren Zainul Huda Sumenep dan Salafiyah Syafiiyah Situbondo dengan demikian penguasaannya terhadap khazanah keilmuan Islam boleh dibilang “OKE” punya. Dengan latar belakang keilmuan yang dimiliki serta penguasaan Bahasa asing mengantarkan beliau menjadi menjadi dosen di Sampurna University. Dan berkat wasilah beliau juga, saya bisa khutbah dan mengisi kajian Ramadhan di kampus tersebut.

BacaJuga

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Iman

Iran, Akan menjadi panutan baru bagi dunia Islam?

Yang Penting (BUKAN) Pengangguran

Baca juga: 
1. Kenapa Islamina
2. Cara Belajar Islam dengan Benar

Ketika Gus Hatim melontarkan idenya membuat “Home-Islamina”, di group, saya yang suka bercanda, mengatakan: “Kenapa “Islamina” bukan “Islamuna”. Kenapa majrur bukan marfu…”. Intinya saya bertanya dengan bercanda kenapa pada kata Islam kok pakai “MI” bukan pakai “MU.

Gus Hatim menjawab candaan saya di group dengan khas beliau, canda tapi serius. Kenapa Islamina, beliau menjawabnya dengan dengan pendekatan filosofis, pokoknya mantap. Candaan saya tersebut, ternyata ditanggapi juga dari Kiyai Yusuf Suharto—seorang cendekia muda yang banyak berkecimpung dan berjuang tentang Islam Ahlus Sunnah wal Jama’ah, baik dengan karya tulis maupun forum seminar. Kata beliau: “majrur itu pertanda tawadhu’, kiayi”.

Candaan saya tentang Islamina yang menggunakan “MI” sebagai tanda majrur, itu mengesankan kenapa kita lebih cenderung majrur/dibawah, sebuah keadaan yang seakan akan mendiskripsikan kita ini punya gejala, yang dalam istilah psikologinya, “Inferiority Complex”, suatu kondisi dimana seseorang menganggap dirinya lebih rendah dari orang lain. Pertanyaan saya yang seperti bercanda, memang perlu dijawab supaya tidak ada kesan seperti yang saya sampaikan tersebut, yaitu adanya inferiority complex. Dan alhamdulillah Gus Hatim dengan piawainya memberi jawaban secara filosofis yang bisa diterima. Di sisi lain komentar Kiayi Yusuf juga ada benarnya bahwa itu pertanda ‘tawadhu’, rendah hati. Baik jawaban Gus hatim yang filosofis dan Kiyai Yusuf yang berbau tasawuf—subhanallah— hal tersebut menunjukkan keduanya memang “mutsaqqafin” dan sarjana muslim yang oke punya.

Terlepas dari kata islamina yang majrur atau marfu’ serta jawaban Gus Hatim dan kiyai Yusuf, yang jelas komentar tersebut menginspirasi saya untuk menulis renungan subuh kali ini dengan bahasan komentanya Kiyai Yusuf, yaitu tawadhu’.

Secara Bahasa, tawadhu berasal dari kata wadha’a ( وضع) yag berarti merendahkan, dan juga berasal dari kata “ittadha’a” ( اتضع ) yang berarti merendahkan diri. Secara terminology, tawadhu’ sering diartikan dengan rendah hati atau lawan dari sombong/takabbur. Seorang Ulama, Fudhail bin Iyadh saat ditanya tentang tawadhu, beliau menjawab:

أن تخضع للحق وتناقد له ولو سمعته صبي قبلته, ولو سمعته من أجهل الناس قبلته

“Engkau tunduk pada kebenaran dan menerimanya dari siapapun, dan seandainya aku mendengar kebenaran dari seoarng anak kecil, aku akan menerimanya. Begitu pula jika aku mendengarnya dari orang yang bodoh aku akan menerimanya.” ( Ihya ‘Ulumiddin di bab Fi Dzamm al-Kibr wa al-‘Ujub).

Continue Reading
Page 1 of 2
12Next
Tags: rendah hatisifat muliasifat terpujitawadhu
Previous Post

Cara Islam Mengatasi Rasa Insecure

Next Post

Bagaimana Menyikapi Kegaduhan Intelektual Islam di Tengah Pandemi Ini?

Ahmad Rusdi

Ahmad Rusdi

RelatedPosts

Membantah Pernyataan Zulkarnain Yusuf Tentang “indonesia Negara Kafir”
Kolom

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Iman

15/08/2025
iran
Kolom

Iran, Akan menjadi panutan baru bagi dunia Islam?

23/07/2025
Yang Penting Bukan Pengangguran
Kolom

Yang Penting (BUKAN) Pengangguran

04/12/2024
maulid nabi
Kolom

Pribumisasi Makna Maulid Nabi di Nusantara: Harmoni Agama dan Budaya Lokal

27/09/2024
Penafsiran Mendalam tentang Qurban dalam Perspektif Tasawuf Imam Ghazali
Kolom

Penafsiran Mendalam tentang Qurban dalam Perspektif Tasawuf Imam Ghazali

18/06/2024
abdullah annaim
Biografi

“Negara Sekuler” ala Abdullahi An-Naim: Negosiasi Agama dan Negara Melawan Konservatisme

27/04/2024
Next Post
Bagaimana Menyikapi Kegaduhan Intelektual Islam Di Tengah Pandemi Ini?

Bagaimana Menyikapi Kegaduhan Intelektual Islam di Tengah Pandemi Ini?

Woman Wearing Pink Hijab In The Market Place Selling Scaled

Hidup Barokah Bukan Tanpa Masalah

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

hukum alam

Hukum Alam Adalah Hukum Tuhan: Apakah Mukjizat Mengingkari Sebab-Akibat

21/08/2025
Membantah Pernyataan Zulkarnain Yusuf Tentang “indonesia Negara Kafir”

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Iman

15/08/2025
teologi kemerdekaan

Al-Baqarah : 177 – Peta Jalan Teologi Kemerdekaan dalam Islam

15/08/2025
kerusakan alam

Ketika Alam Tak Lagi Sakral: Ikhtiar Membangun Eko-Teologi dari Kritik Jantung Peradaban

02/08/2025
kurt godel

Ketika Tuhan Dibuktikan Tidak dengan Keimanan Buta, Tetapi dengan Logika: Kurt Gödel dan Rumus Ketuhanan

27/07/2025

Trending Artikel

  • Ulama Scaled

    Mengenal Istilah Rabbani

    319 shares
    Share 128 Tweet 80
  • 4 Penghalang Ibadah Kepada Allah Menurut Imam Al-Ghazali 

    298 shares
    Share 119 Tweet 75
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    264 shares
    Share 106 Tweet 66
  • Kitab Tajul ‘Arus: Makna Pengorbanan dan Obat Penyakit Hati

    255 shares
    Share 102 Tweet 64
  • Kitab “Majmû’ Fatâwâ” Karya Ibnu Taimiyah (1)

    248 shares
    Share 99 Tweet 62
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.