Imam Ahmad Al Jiririy mendefinisikan kata tasawuf yaitu masuk pada budi perangai yang terpuji dan keluar dari budi perangai yang tercela.
Sedangkan menurut imam Ma’ruf Al Karkhiy menjelaskan bahwa tasawuf adalah selalu membutuhkan Allah dan berpaling dari lain-Nya.
Sedangkan menurut Syekh Syibliy tasawuf adalah selalu bersama Allah tanpa ada rasa sedih sedikitpun ketika tertimpa masalah.
Jadi kesimpulan dari pendapat para ulama’ diatas tujuan dari tasawuf adalah membersihkan diri dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah
Tiga Pilar Ajaran Tasawuf
Ajaran tasawuf memiliki 3 pilar ajarannya yaitu Al Qur’an, kehidupan, moral dan sabda nabi, dan kehidupan dan ucapan sahabat.
Dalam hal ini ke 3 pilar diatas akan dibahas secara lebih dalam.
Pertama. Al Qur’an
Al Qur’an menjadi dasar dan sumber dari seluruh ajaran islam. Kitab suci ini tidak hanya berdialog dengan akal pikiran, merangsang berfikir tajam, kritis dan mengungkapkan realitas yang tampak. Tapi Al Qur’an juga berdialog dengan hati, mengasah rasa yang paling dalam, mengasah jiwa supaya terus suci.
Bila ditinjau dari sudut pandang Al Qur’an penuh dengan gambaran dan anjuran untuk hidup secara sufi, maka Al Qur’an adalah sumber pertama dari ajaran dan praktek tasawuf.
Dalam Al Qur’an kita dapat memahami ajaran tasawuf yang menyatakan bahwa hidup ideal secara moral harus berpijak pada penyucian hati. Caranya dengan mengatur jarak antara dirinya dengan dunia dengan beribadah untuk mendekatkan diri kepada Allah dan berbuat kebajian antara sesama manusia.
Kedua. Kehidupan, moral dan sabda Nabi
Kisah perjalanan nabi Muhammad Saw. ini merupakan salah satu argumen yang telah direkam, baik dalam Al Qur’an maupun hadits bahwa tasawuf itu sudah ada semenjak masa nabi. Hal ini bisa kita telaah lebih jauh tentang perilaku beliau yang sering melakukan takhannus (menyendiri) di gua hira’ sebelum beliau diutus dan sebelum turunnya wahyu. Apalagi ketika bulan ramadhan tiba beliau berdiam diri lama di gua hira’ untuk berkontemplasi (merenungi) terhadap apa yang telah diciptakan Allah.
Dari sisi moralitas, beliau selalu mencerminkan sikap yang terpuji. Hal ini sesuai dengan apa yang pernah dikatakan oleh istri beliau Sayyidah ‘Aiayah Ra :