Alhamdulillah, islamina.id hadir dengan bulletin Jum’at Al-Wasathy rutin yang dapat dibaca oleh kaum muslimin seluruh Indonesia. Bulletin Jum’at ini hadir dalam rangka membumikan nilai dan ajaran moderasi Islam di tengah masyarakat.
Bulletin Jum’at Al-Wasathy edisi kali ini dengan judul “Bisakah Berislam Tanpa Bermadzhab?”
Belakangan muncul kesadaran di kalangan umat Islam akan tidak pentingnya merujuk kepada imam madzhab. Mereka mengajak untuk langsung merujuk kepada al-Qur’an dan hadist. Gagasan dan gerakan ini semula dikembangkan oleh Ibn Taimiyah (wafat 728 H) yang kemudian dikembangkan oleh Muhammad Abduh.
Mereka menolak pendapat-pendapat yang dikembangkan oleh Imam Hanafi yang lahir pada tahun 80 H dan wafat tahun 150 H, Imam Malik yang lahir pada tahun 93 H dan wafat 179 H, Imam Syafi’I yang lahir pada 150 H dan wafat 204 H, dan imam Hambali yang lahir pada 164 H dan wafat 248 H, serta imam madzhab lainnya. Bagi mereka, merujuk kepada al-Qur’an dan hadist yang terutama diriwayatkan oleh Imam Muslim dan Imam Bukhari itu lebih benar ketimbang merujuk kepada empat imam madzhab dalam fikih tersebut.
Sebelum lebih jauh, penting kiranya mengerti apa itu madzhab. Kata madzhab berasal dari Bahasa Arab “dzahaba” yang berarti pergi. Kata madzhab yang merupakan bentuk isim makan (kata yang menunjukkan tempat) bermakna tempat bertolak untuk pergi. Dalam kamus al-maany, kata madzhab didefinisikan sebagai berikut:
مجموعة من الآراء والنظريات العلمية والفلسفية ارتبط بعضها ببعض ارتباطًا يجعلها وحدة منسقة
“Kumpulan pendapat dan teori keilmuan atau filsafat, yang saling bertalian satu sama lain, hingga membentuk satu kesatuan yang padu.”