Islamina.id – KHOIRUNNISA alias Nissa “Sabyan”, nama yang dalam pekan ini menjadi buah bibir masyarakat karena diduga menjalin “asmara terlarang” dengan seorang laki-laki yang sudah beristri, Ayus “Sabyan”.
Keduanya adalah personel grup gambus Sabyan yang beberapa tahun belakangan lagu-lagunya sangat digemari di kalangan remaja dan anak-anak muda muslim milenial.
Baca juga: Nissa Sabyan dan Menyoal Esensi Pernikahan
Sejauh ini orang-orang hanya terfokus pada Nissa “Sabyan”, entah apa alasannya, dan cenderung melupakan sosok Ayus “Sabyan” yang telah beristri, yang secara usia lebih matang daripada Nissa “Sabyan” dan seharusnya tidak mengkhianati pernikahannya dengan menjalin “hubungan terlarang” dengan Nissa “Sabyan” yang masih lugu dan polos.
Kita sering mendengar tentang laki-laki yang telah beristri berselingkuh dengan seorang perempuan lajang, dan akhir dari hubungan ini berbeda-beda seiring dengan perkembangannya: berakhir dengan kembalinya laki-laki tersebut kepada istrinya, atau berakhir dengan perceraian dan laki-laki itu menikahi “kekasih gelapnya”.
Ada yang bertanya, apakah laki-laki yang sudah menikah dianggap berkhianat jika ia menjalin “hubungan cinta” dengan perempuan selain istrinya? Tidak perlu mengutip ayat atau hadits, karena jawabannya “qath’îy” (pasti), bahwa hubungan apa pun yang dijalin seseorang yang sudah menikah di luar pernikahannya tidak bisa dianggap kecuali sebagai “pengkhianatan”!
Sekalipun hubungan tersebut tidak berkembang menjadi “hubungan badan”, tidak ada dalil yang membenarkan laki-laki atau perempuan melakukan pengkhianatan atas pernikahannya. Banyak orang yang membenarkan pengkhianatannya dengan apa yang sering disebut sebagai “cinta suci” untuk menutupi perbuatannya yang “buruk atau hina”.
Ketika seorang laki-laki mengkhianati istrinya dengan berkata kepada perempuan lain, “Aku mencintaimu”, ia akan segera mencari pembenaran yang tidak ada habisnya untuk membuat hubungan yang ia jalin “secara gelap” itu menjadi hubungan yang seolah-olah dilegitimasi oleh “cinta suci”.
Ia akan berkata bahwa ia tidak dapat menahan perasaannya terhadap “kekasih gelapnya”, dan bahwa itu berada di luar kendalinya, dan seterusnya. Di sini kita berhadapan dengan masalah sangat mendasar, yang terletak pada kenyataan bahwa hubungan tersebut, bagaimanapun, tidak bisa dibenarkan.