Lalu apa yang dikhawatirkan? Pertanyaan ini penulis gunakan sebagai upaya penyadaran kembali atas pilihan terhadap ustadz-ustadz seleb. Baik. Kembali pada permasalahan. Penulis tergelitik oleh salah satu artikel Najib Burhani yang menyebut ada gejala fragmentasi otoritas keagamaan, atau terpecah belahnya otoritas keagaaman. Dalam hal ini, digunakan untuk membaca peristiwa demo berjilid-jilid yang tidak lagi menghiraukan pesan kiai-kiai besar, seperti kiai Said dan Haidar Nashir.
Menurutnya, otoritas keagamaan justru digantikan oleh informasi-informasi keagamaan yang tersedia luas di media, baik internet maupun televisi. Sehingga menyebabkan terjadinya pop-culture, yang menyebar hampir di seluruh masyarakat. Akibatnya, pejabat pemerintah, politisi, artis, kepolisian, beramai-ramai memakai celana cingkrang, memelihara bekas sujud di jidat dan berjenggot panjang, (Burhani, 2016).
Tambahnya, konservatisme yang dulu pernah dinilai telah usang justru mucul kembali berkolaborasi dengan aktifitas kapitalisme seperti fashion show, festival film Islam, tren jilbab syar’i, tren cadar, dll. Para ustadz seleb memiliki peran besar memainkan drama dakwah model ini. Selain penampilannya yang fashionable juga didukung dengan popularitas yang menjadi kecenderungan tolok ukur penentuan tokoh oleh masyarakat perkotaan.
Lalu akankah dakwah para seleb bisa survive? Ini menarik untuk dilihat. Dalam survey yang dilakukan oleh Alvara terhadap dakwah online yang berlangsung bulan ramadhan kemarin, terlihat terjadi pergeseran selera penikmat kajian online. Gus Baha’ yang menduduki posisi kedua setelah UAS menunjukkan bahwa minat kajian intelektual Islam sudah mulai terlihat. Hal ini juga didampingi dengan semakin masifnya para tokoh agama yang mumpuni ikut menggelar pengajian online. Sehingga tampaknya sangat mempengaruhi publik menentukan pilihan terhadap ceramah agama yang tepat.
Penulis sepakat dengan keyakinan Wildan 2016 lalu, bahwa muslim perkotaan merupakan masyarakat yang memiliki latar belakang berpendidikan tinggi. Sehingga berpeluang besar bisa menentukan antara yang harmoni dan anarki. Antara yang benar baca Al-Qur’an dan yang masih amburadul. Di sisi ini, ustadz-ustadz seleb secara tersendiri akan tersaring oleh alam.