Sebagai pemanis lembaga pendidikan yang bercirikan seperti itu selalu menjanjikan akan mengembalikan kejayaan Islam dengan melahirkan generasi-generasi ahli di bidang agama dan juga di bidang sains. Seperti yang mereka dengungkan beberapa tokoh, Ibnu Khaldun, Ibnu Arabi, Ibnu Sina, dan sejumlah ulama terkenal lainnya, yang mereka selain ahli agama juga ahli sains.
Namun sebelum mereka beranjak lebih jauh, tampaknya mereka juga belum menelisik lebih jauh siapa tokoh-tokoh muslim kenamaan yang mereka sebut itu, dan lengkap beserta corak pemikirannya. Tidak menutup kemungkinan seandainya para pelopor lembaga pendidikan yang bercorak islamis itu hidup di zamannya para ulama kenamaan yang mereka sebut, pasti mereka jadi orang-orang yang ada di barisan depan mengafirkan.
Kenapa demikian? Karena para ulama kenamaan tersebut tidak memiliki corak beragama yang kaku sebagaimana yang dipraktikkan dalam lembaga pendidikan mereka hingga hari ini. Dalam pemikiran, mereka cenderung lintas batas. Ulama sekelas Al-Ghazali saja pernah melancarkan kritik kepada Ibnu Sina (ahli medis) dan Alfarabi atas beberapa corak pemikirannya yang dianggap tidak tepat. Kritik al-Ghazali bisa dibaca dalam karyanya Tahafut al-Falasifah.
Sebagai perbandingan, mereka dengan pemikiran-pemikiran yang progresif saja dianggap sesat, liberal, kafir. Bagaimana mereka bisa menyikapi corak pemikiran para ulama kenamaan itu yang sudah lintas batas? Sedangkan corak beragama mereka cenderung kaku dan beranggapan paling benar sendiri dengan mengklaim hendak kembali pada Al-Qur’an dan Hadits.
Gejala seperti itulah yang sering kita lihat dari tindakan mereka yang mengafirkan siapapun yang dianggap berbeda, termasuk beda pilihan politik, sistem ekonomi, perbankan, dan lain sebagainya. Buletin Islamina secara khusus pernah membedah gejala ini dengan melihat kasus surat wasiat yang ditinggalkan pelaku Bomber di Makasar dan penyerang di Mabes Polri awal tahun ini.
Menurut kesimpulan Islamina, mereka adalah para korban dari paham keagamaan yang kaku dan berwawasan sempit. Infiltrasinya sangat mudah dilihat sebelum secara riil terlibat pada aksi terorisme dan radikalisme.