Jakarta – Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri menangkap 16 orang tersangka teroris yang terafiliasi dengan Negara Islam Indonesia (NII) pada Jumat, (25/3) di Sumatera Barat. Penangkapan dalam jumlah besar tersebut menunjukkan betapa gerakan radikalisme dan terorisme di beberapa daerah kini semakin massif. Diketahui, motif para tersangka tersebut ingin mengganti ideologi negara dan menggulingkan pemerintahan yang sah.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Pencegahan BNPT RI, Brigjen Pol. Ahmad Nurwakhid saat dihubungi Rabu (30/3) menjelaskan bahwa NII merupakan salah satu gerakan politik yang patut diwaspadai karena memiliki ideologi yang bertentangan dengan Pancasila dan konsensus nasional bahkan telah memiliki struktur pemerintahan yang bergerak di bawah tanah.
Gerakan ini selain berpotensi melakukan tindakan kekerasan dan teror untuk mencapai cita-citanya mendirikan negara berdasarkan syariat agama juga menjadi ancaman bagi kehidupan yang harmoni di negeri ini.
“NII merupakan organisasi dan gerakan politik pertama di Indonesia yang melakukan radikalisasi gerakan politik yang mengatasnamakan agama yang sangat membahayakan kedaulatan negara. Ideologi NII merupakan induk ideologi yang menjiwai gerakan-gerakan radikalisme dan terorisme di Indonesia” tegasnya.
Lebih lanjut, Brigjen Ahmad Nurwakhid menerangkan akar terorisme di Indonesia memiliki akar sejarah dan Ideologi yang bisa dilacak dari gerakan Kartosoewiryo dengan Darul Islam (DI/TII) pada era-1950-an. Gerakan ini merupakan salah satu gerakan pemberontakan yang cukup menyita perhatian pemerintah kala itu karena selain anggotanya yang cukup banyak juga melakukan I’dad atau pelatihan serta memiliki pesantren sebagai sarana untuk menanamkan doktrin yang anti Pancasila. Bahkan menurut salah satu putra pendiri DI/TII, Sarjono Kartoesuwiryo saat menyatakan ikrar setia bagi Pancasila tahun 2019 di kantor Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan HAM bahwa anggota NII saat ini menurut data resmi masih ada sekitar 2 juta tidak termasuk yang belum terdata.
Masih menurut Nurwakhid bahwa selain NII tetap eksis sampai saat ini, gerakan ini pada masa berikutnya juga bermetamorfosa dalam berbagai jaringan yang salah satunya adalah Jamaah Islamiyah (JI) yang didirikan oleh Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir pada tahun 90an.