Terkait definisi mukminina haqqa, sedikit saya ceritakan kisah. Ada kisah ketika Rasulullah SAW menyapa dan bertanya kepada para sahabat yang sudah memiliki iman kepada ajaran Nabi SAW.:
كيف اصبحتم ؟ فقالوا : اصبحنا مؤمنين بالله فقال وما علامة ايمانكم ؟ قالوا : نصبر على البلاء ، ونشكر على الرخاء ونرضى بالقضاء
“Bagaimana keadaan kalian di pagi ini?” Para sahabat menjawab: “Di pagi ini kami tetap beriman kepada Allah Swt.” Nabi Saw. Bertanya lagi: “Apakah tanda iman kalian?” Mereka menjawab: “Kami bersabar atas musibah, bersyukur atas kelapangan dan ridho dalam menerima qodho (ketetapan).”
Lalu Rasulullah SAW. Bersabda, “Kalau begitu kalian benar-benar termasuk orang-orang mukmin yang sebenarnya. Demi Allah yang memelihara kabah” (dikutip dari kitab Nashoih al-‘Ibad , Bab al-Tsulatsiy Maqolah ke-25).
Menyapa perbuatan yang simpel sesungguhnya tapi kadang ada yang enggan melakukannya. Padahal menyapa itu penting untuk membangun komunikasi dan hubungan yang lebih dekat dan akrab, mencairkan suasana. Dan satu lagi yang tidak kalah penting, menyapa ternyata bisa menghilangkan kecanggungan. Sapaan sekedar ’ assalamu’alaikum” dengan ditambah senyum dan wajah ceria ternyata cukup banyak manfaatnya bagi kita. Apalagi menyapa itukan tidak perlu energi banyak, hanya melontarkan beberapa huruf. Jadi tidak rugi kalau kita membiasakan diri untuk menyapa anak, istri, sahabat dan teman.
Namun hati-hati juga dalam menyapa, kita harus pandai menempatkan diri dan bertegur sapa dengan baik dan sopan. Karena bisa jadi bila salah melakukannya yang terjadi malah kontra produktif dan membuat hubungan jadi renggang.
Coba kita perhatikan kembali hadits di atas, Rasul SAW tidak merasa malu dan khawatir dipandang rendah oleh sahabatnya, beliau biasa saja menyapa mendahului sahabat-sahabatnya, meski beliau seorang Rasul. Perhatikan juga jawaban para sahabat saat Rasul SAW menyapa dan bertanya. Ternyata mereka tidak menjawab sebagaimana lazimnya yang kita lakukan.
Kalau kita disapa: “Bagaimana keadaan kamu saat ini..? Langsung jawab:, Alhamdulillah sehat wal afiat” Para sahabat nabi SAW menjawab:’ kami dalam keadaan beriman kepada Allah SWT.” Namun kalau kita menjawab seperti jawaban para sahabat bisa jadi akan menimbulkan persepsi lain, dan bija jadi ada yang komentar: ‘ ala sok alim ente,,,kayak iman ente benar aje..” he he. Kita memang bukan hidup di zaman sahabat yang dikatakan Rasul SAW sebaik-baik generasi. Terlebih kita juga tidak terbiasa dan lazim menjawab dengan kalimat seperti itu. Terlepas dari jawaban kita saat ditanya, yang jelas kita bisa mengambil ibrah dari hadits di atas.
Pertama, Rasul SAW cukup bertanya bagaimana kondisi kalian, beliau tidak mendesak jawaban para sahabat, dengan mengatakan: kalian masih beriman? Jawaban sepenuhnya diberikan kepada para sahabat. Tegur sapa kita sekarang ini sudah agak beda, tidak seperti dulu. Tegur sapa kita terkesan seperti mendesak teman yang kita sapa. Dan—maaf—terkadang bisa membuat yang disapa agak jengkel.
Dulu, kita kalau menyapa cukup dengan berkata:” Bagaimana kabarnya.?” Atau ditambah dengan kalimat doa: “semoga ente sehat wal afiat.” Sekarang kalimatnya beda; “ Gimana ente,,, ente sehat? “ Saya punya teman ketika disapa seperti itu dia agak jengkel, lalu die menjawab: “ kalau ane kagak sehat ngapain ane ade di sini.”
Mungkin yang menyapa niat dan tujuannya baik, tapi tujuan yang baik belum tentu menghasilkan yang baik. Kalau begitu ya mendingan kita kembali menyapa seperti dahulu “bagaimana kabar ente.” Atau silahkan ditambah dengan doa “ semoga ente sehat wal afiat.” Bukan dengan kalimat pertanyaan; “ gimana ..ente sehat..? He he
Kedua, Jawaban para sahabat yang juga luar biasa. Mereka tidak menjawab dengan hal-hal yang bersifat duniawiyah—bukan berarti tidak perlu—tapi mereka menjawab pada inti kenikmatan yang tertinggi bagi seorang hamba Allah yaitu beriman kepada Allah SWT. Yang mana ciri-cirinya dilanjutkan tatkala menjawab lanjutan pertanyaan Rasul SAW. Bukan berarti menjawab dengan “alhamdulillah sehat wal afiat”, tidak benar.
Jawaban kita juga sudah oke karena menunjukkan ungkapan rasa syukur. Sepertinya jawaban para sahabat tersebut seakan memberikan pelajaran bagi kita bahwa ada hal yang paling penting dalam kehidupan kita di dunia ini yang bukan hanya sekedar sehat dan banyak rizki, yaitu keimanan yang benar kepada Allah SWT.