Dari situlah kemudian, Lukman meminta peserta menyadari jati diri Indonesia dan implementasi umat beragama Islam memahami ajaran.
“Menyadari jati diri keindonesiaan. Yaitu, kita itu beragam, tetapi kita juga beragama. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana umat beragama Islam, dapat memahami ajaran Islam ditengah-tengah keragaman kita? Jawabannya adalah jangan berlebih-lebihan atau melampaui batas.” tegas Lukman.
Urgensi Moderasi Beragama
Mengapa ada urgensi moderasi beragama saat ini? Kondisi tersebut disebabkan fenomena orang beragama yang bertolak belakang dari inti pokok ajaran agama.
Beberapa tahun belakangan ini, ada fenomena dalam kehidupan keagamaan kita, ada orang beragama justru mengingkari nilai-nilai kemanusiaan. Sesuatu yang bertolak belakang dengan inti pokok ajaran agamanya. Padahal, Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi dan melindungi harkat martabat kemanusiaan. Islam hadir agar manusia itu dimanusiaakan. Itulah pesan utama agama.
Ada tiga perilaku umat beragama yang bertolak belakang, diantaranya eksklusif, segregatif, konfrontatif. Perilaku eksklusif merupakan bukan bagian dari ajaran agama. Perilaku segregatif dengan mengkotak-kotakkan atau “anti-sosial” dengan umat beragama lain. Dan perilaku konfrontatif, yakni mencela, atau memperkusi umat beragama yang berbeda dengan keyakinannya.
Agama hadir untuk perdamaian, menebarkan kasih sayang, dan menjaga kerukunan.
Lukman mengingatkan kembali bahwa yang dimoderasi itu cara beragama, bukan agamanya.
Baca Juga: Mengukur Langkah Konkret Moderasi Beragama