Kamis, Agustus 21, 2025
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Kajian
Dialektika Fikih dan Hukum Positif tentang Pencatatan Nikah

Dialektika Fikih dan Hukum Positif tentang Pencatatan Nikah

Dialektika Fikih dan Hukum Positif tentang Pencatatan Nikah

Bangkit Budi Satriya by Bangkit Budi Satriya
10/03/2022
in Kajian, Tajuk Utama
11 0
0
10
SHARES
194
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

Pernikahan merupakan suatu ikatan yang kuat antara laki-laki dan perempuan yang bertujuan untuk meneruskan keturunan. Adapun pengertian nikah menurut ulama fikih  adalah akad yang di dalamnya mencakup rukun dan syarat. Hukum nikah disunnahkan bagi orang yang sudah butuh dan memiliki biaya untuk nikah. Dalil anjuran nikah sangat banyak sekali, salah satunya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Muslim berikut ini :

: عَنْ عَبْدِاللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ قَالَ لَنَا رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ، مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ، فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ، وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ، وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ؛ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاءٌ. مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

BacaJuga

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (2) : Menunda Kebenaran, Meluaskan Perspektif

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (1) : Bagaimana Cara Anak Muda Menyelamatkan Akal Sehatnya

Menuju Kematangan Hubungan Umat Beragama : Catatan Akhir Tahun

Artinya: Wahai para generasi muda, barangsiapa diantara kalian telah mampu menikah maka menikahlah karena dapat lebih menundukkan penglihatan dan lebih menjaga farji dan barangsiapa belum mampu menikah , maka hendaknya ia berpuasa karena dapat menjadi penekan nafsu syahwat baginya. (H.R Bukhari)

Hukum asal nikah adalah mubah menurut ulama Syafi’iyah dan mayoritas ulama (Hanafiyyah, Malikiyyah, dan Hanabilah). Berbeda dengan dzahiriyah yang menyatakan hukum wajib nikah. Konsekuensinya, berdosa bagi orang yang tidak menikah. Hal ini berdasarkan dzahir Alquran surah an-Nisa’ Ayat 3.

Syekh Ali as-Shabuniy dalam Rawai Al-Bayan, menjelaskan bahwa di kalangan Syafi’iyah rukun nikah terdapat lima perkara yaitu:

  1. Zauj atau mempelai pria
  2. Zaujah atau mempelai perempuan
  3. Wali yaitu orang tua atau keluarga calon istri
  4. Dua orang saksi
  5. Shigat yang meliputi ijab dari pihak wali dan qabul dari pihak zauj

Dalam konteks bernegara, hukum fikih berhadapan dengan hukum positif yang berlaku di Indonesia. Kelengkapan unsur rukun dan syarat dalam fikih tidak hanya diadopsi dalam hukum positif, tetapi juga mensyaratkan hal lain berkenaan administrasi kewarganegaraan. Salah satu syarat penting dari status sah adalah adanya pencatatan.  

Nikah belum dikatakan sah ketika belum dicatat oleh negara. Hal ini berdasarkan peraturan Kompilasi Hukum Islam (KHI) dalam pasal 5 disebutkan agar terjaminnya ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam “harus” dicatat. 

Pencatatan dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah sebagaimana yang diatur dalam UU No. 22 Tahun 1946 Jo. UU No. 32 Tahun 1954. Pasal 6 ayat 1 mengulangi pengertian pencatatan dimaksud dalam artian setiap perkawinan “harus” dilangsungkan dihadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatatan Nikah. Bilamana kita membaca lebih lanjut isi kompilasi kata “harus” di sini adalah dalam makna “wajib” menurut pengertian hukum Islam. Oleh karena perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah “tidak mempunyai kekuatan Hukum”. 

Sedangkan pasal 7 ayat (1) menyebutkan perkawinan “hanya” dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah. Dengan demikian, mencatatkan perkawinan adalah merupakan kewajiban bagi mereka yang akan melangsungkan perkawinan.

Hal pencatatan nikah tentunya perlu mendapatkan perhatian lebih karena masyarakat sekarang ini seringkali menganggap sah atau tidaknya pernikahan terbatas pada apa yang ada di ‘kitab kuning’ saja, tanpa melihat hukum positif yang berlaku. Ketika hal pencatatan nikah masih belum dianggap serius bukan tidak mungkin tujuan dari nikah tidak akan tercapai, karena pasangan yang menikah tanpa dicatat di Kantor Urusan Agama (KUA) nikahnya belum dianggap sah oleh negara. Akibatnya, timbul  masalah  yang beruntun baik itu pada pasangan yang menikah ataupun anaknya, karena pasangan yang belum mencatatkan nikahnya di KUA tidak akan mempunyai akta nikah sehingga nantinya akan kesulitan ketika harus membuatkan surat-surat yang diperlukan seperti akta kelahiran dan semisalnya.

Page 1 of 2
12Next
Tags: Hukum FikihHukum PositifKantor Urusan AgamaNikahPernikahanRukun Nikah
Previous Post

Bolehkah Bernyanyi di dalam Masjid?

Next Post

Hal-Hal Yang Perlu Disiapkan Pada Bulan Sya’ban

Bangkit Budi Satriya

Bangkit Budi Satriya

RelatedPosts

dekonstruksi di era digital
Kajian

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (2) : Menunda Kebenaran, Meluaskan Perspektif

26/07/2025
Peran Media Sosial Dalam Mewujudkan Siswa Toleran
Kajian

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (1) : Bagaimana Cara Anak Muda Menyelamatkan Akal Sehatnya

22/07/2025
edisi desember 2024
Bulletin

Menuju Kematangan Hubungan Umat Beragama : Catatan Akhir Tahun

25/12/2024
Yang Penting Bukan Pengangguran
Kolom

Yang Penting (BUKAN) Pengangguran

04/12/2024
Islamina Edisi November 2024
Bulletin

Menghidupkan Kesyahidan Pahlawan

18/11/2024
Bulletin edisi oktober
Bulletin Islamina

Jihad Santri di Abad Digital

11/10/2024
Next Post
bulan sya'ban

Hal-Hal Yang Perlu Disiapkan Pada Bulan Sya’ban

Tradisi sambut bulan suci Ramadhan Lamang dimasak dan dibakar di atas bara api Foto: Jefry wongso

7 Tradisi Nusantara dalam Menyambut Bulan Suci Ramadhan

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

hukum alam

Hukum Alam Adalah Hukum Tuhan: Apakah Mukjizat Mengingkari Sebab-Akibat

21/08/2025
Membantah Pernyataan Zulkarnain Yusuf Tentang “indonesia Negara Kafir”

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Iman

15/08/2025
teologi kemerdekaan

Al-Baqarah : 177 – Peta Jalan Teologi Kemerdekaan dalam Islam

15/08/2025
kerusakan alam

Ketika Alam Tak Lagi Sakral: Ikhtiar Membangun Eko-Teologi dari Kritik Jantung Peradaban

02/08/2025
kurt godel

Ketika Tuhan Dibuktikan Tidak dengan Keimanan Buta, Tetapi dengan Logika: Kurt Gödel dan Rumus Ketuhanan

27/07/2025

Trending Artikel

  • Ulama Scaled

    Mengenal Istilah Rabbani

    319 shares
    Share 128 Tweet 80
  • 4 Penghalang Ibadah Kepada Allah Menurut Imam Al-Ghazali 

    298 shares
    Share 119 Tweet 75
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    264 shares
    Share 106 Tweet 66
  • Kitab Tajul ‘Arus: Makna Pengorbanan dan Obat Penyakit Hati

    255 shares
    Share 102 Tweet 64
  • Kitab “Majmû’ Fatâwâ” Karya Ibnu Taimiyah (1)

    248 shares
    Share 99 Tweet 62
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.