Lalu Fahmina Institute. Sebuah kembaga yang didirikan tahun 2000 oleh putra-putra kiyai di Cirebon. Ia menjadi pusat kajian Islam untuk keadilan dan kemanusiaan. Saya ikut serta mendirikan lembaga ini.
Fahmina melakukan serangkaian pendidikan gender dalam perspektif Islam, kajian tentang Demokrasi, Pluralisme dan Hak-hak Asasi Manusia untuk para kader pemimpin Perempuan Pesantren, dan para aktivis Hak Asasi Manusia, nasional dan internasional. Fahmina menerbitkan modul : “Dawroh Fiqh Perempuan, Modul Kursus Islam dan Gender”.
Baca juga: Hijab Bukan Kewajiban Islam
Modul ini bukan hanya digunakan para aktifis hak-hak Asasi Perempuan di Indonesia, tetapi juga untuk pelatihan Islam dan Gender para aktifis di sejumlah negara. Fahmina juga menerbitkan sejumlah kitab, buku dan buletin.
Tak lama kemudian Alimat berdiri saat saya masih aktif di komisi Nasional anti Kekerasan terhadap perempuan. Alimat berarti perempuan-perempuan ulama, cendikia, ilmuan dan sejenisnya.
Di dalamnya berhimpun tokoh-tokoh perempuan cendikia dari beragam organisasi dan Lembaga Pendidikan Tinggi Islam. Mereka bekerja untuk melakukan advokasi kebijakan negara untuk keadilan jender, khususnya dalam ranah rumah tangga.
Deklarasi KUPI
Kongres Ulama Perempuan Indonesia, menghasilkan sebuah ikrar ulama perempuan yang disebut Ikrar Kebon Jambu. Didalamnya dinyatakan dengan tegas bahwa :
- Perempuan adalah manusia yang memiliki seluruh potensi kemanusiaan sebagaimana laki-laki melalui akal budi dan jiwa raga. Semua ini adalah anugerah Allah SWT yang diberikan kepada setiap manusia yang tidak boleh dikurangi oleh siapapun atas nama apapun.
- Sepanjang sejarah Islam sejak masa Rasulullah Saw, ulama perempuan telah ada dan berperan nyata dalam pembentukan peradaban Islam, namun keberadaan dan perannya terpinggirkan oleh sejarah yang dibangun secara sepihak selama berabad-abad. Kehadiran ulama perempuan dengan peran dan tanggung jawab keulamaannya di sepanjang masa pada hakikatnya adalah keterpanggilan iman dan keniscayaan sejarah.
Bagi saya Ikrar Kebon Jambu tersebut merupakan deklarasi tentang Re-Eksistensi Ulama Perempuan. Ulama Perempuan sesungguhnya telah eksis dan berperan aktif dalam ruang-ruang sosial, budaya, ekonomi dan politik sepanjang sejarah dan memberikan sumbangan yang berharga bagi peradaban Islam dan dunia dalam berbagai bidang pengetahuan dan sains.
Para sejarawan telah menghimpun nama ribuan ulama perempuan tersebut. Sayang sekali fakta-fakta sejarah ini kemudian tenggelam dalam tumpukan produk-produk kebijakan politik patriarkisme.