“Kami tidak mengutus engkau (Muhammad) kecuali sebagai rahmat bagi seluruh alam,” [Q.S. al-Anbiyā’: 107].
Baca Juga:
Menjadi Muslim yang Cinta Tanah Air
Empat Prinsip Kesantunan
Seiring dengan dogma paham agama yang tidak sejalan dengan kearifan lokal dan berpotensi menyebabkan gagal paham dalam memahami perilaku Islam sesuai syar’i, maka apa yang harus kita perbuat?
Ada empat prinsip dasar yang dapat menumbuhkan sikap-sikap santun serta menjaga kearifan, prinsip ini merupakan ciri perilaku Islam Wasaṭiyah atau agama Islam yang berkarakter moderat, yaitu:
1. Sikap Tawassuṭ dan I’tidāl
At-tawassuṭ artinya sikap tengah-tengah. Mengambil jalan tengah atau pertengahan. Sedangkan i’tidal mempunyai arti tegak lurus, tidak condong ke kanan dan tidak condong kekiri atau berlaku adil dan tidak berpihak kecuali pada yang benar. Sikap tawasuṭ dan i’tidāl ini bertumpu kepada prinsip hidup yang menjunjung tinggi prilaku adil dan lurus di tengah-tengah kehidupan bersama. Islam dengan sikap dasar ini akan selalu menjadi agama panutan yang bersikap dan bertindak lurus serta bersifat membangun keteguhan perilaku syar’i umat Islam.
2. Sikap Tasāmuḥ
Tasāmuḥ atau toleran, yakni menghargai perbedaan serta menghormati orang yang memiliki prinsip hidup yang tidak sama. Sikap toleran terhadap perbedaan pandangan baik dalam masalah keagamaan, terutama hal-hal yang bersifat furu’ atau menjadi masalah khilafiyah, serta dalam masalah peradaban dan kemasyarakatan.
3. Sikap Tawāzun
At-tawāzun yang memiliki arti seimbang, tidak berat sebelah atau tidak berlebihan dalam hubungan satu dengan lainya, baik yang bersifat antar individu, antar struktur sosial, antar negara dan rakyatnya. Selain itu, sikap tawāzun juga mengajarkan kita untuk seimbang dalam berkhidmah. Khidmah kepada Allah SWT, khidmah kepada sesama manusia, serta khidmah kepada bangsa dan negara. Menyelaraskan kepentingan masa lalu, masa kini dan masa mendatang.
4. Amar Ma’rūf Nahi Munkar
Yaitu sikap yang selalu memiliki kepekaan guna mendorong perilaku yang baik, berguna, dan bermanfaat bagi kehidupan bersama. Selanjutnya mengeliminasi dan menangkal semua hal yang bisa menjerumuskan dan merendahkan nilai-nilai kehidupan.
Sikap tawasuṭ (moderat), tasāmuḥ (toleransi), tawāzun (seimbang) dan amar ma’rūf (mengajak kebaikan), ini semua dalam penerapan di masyarakat tentu tidak mudah bahkan terkadang mendapat tekanan dan tantangan dari pihak tertentu, pihak yang memperjuangkan Islam sebagai alasan kepentingan politik ideologi atas aliran paham keislamannya sendiri.
Negara kita dengan Pancasilanya, selain sebagai dasar negara, juga sebagai landasan moral dan etika kehidupan berbangsa dalam segala sektor sosial, ekonomi, hukum dan budaya. Hal ini artinya, Pancasila dari sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa sampai dengan sila ke lima tentu tidak bertentangan dengan syari’at Islam, karena Islam mengajarkan untuk memahami perilaku damai dan menghayati kesantunan dan kearifan budaya lokal, budaya Indonesia dalam berbangsa dan bernegara.
Konsep bernegara inilah dengan jelas terdapat kesamaan dan sesuai dengan konsep as-siyāsah atau politik kebangsaan dalam peradaban manusia, yaitu terbentuknya konsensus dasar prinsip-prinsip ketatanegaraan secara Islami, hal ini sebagaimana yang dimaksud dalam kitab Adāb Ad-Dunya Wa Ad-Dīn yang ditulis oleh Syaikh Abu Hasan ‘Ali Bin Muhammad Al-Mawardi.
Sudah saatnya umat Islam harus hijrah, menyadari bahwa persaudaraan dan kedamaian-lah yang menjadikan kita kokoh, bukan perselisihan yang saling menuduh kafir kepada mereka yang tidak sepaham dan tidak sejalan. Islam senantiasa menjadi oasis dalam kekeringan, bukan sebagai alasan pecahnya konflik seperti di negara-negara gurun pasir!
Oleh sebab itu, marilah kita mempertebal keimanan serta menguatkan ketakwaan kita, sebab tantangan peradaban zaman semakin berat, maka itulah kita harus terus memperbaikinya.
Baca Juga:
Kemuliaan Seseorang Bukan Berdasarkan Suku dan Ras Tapi…