Isu kebangkitan komunisme di Indonesia seringkali naik turun. Kadang ia muncul mendadak ketika ada momentum penting seperti kontestasi politik dan momen politik lainnya. Tiba-tiba ada kabar beredar muncul bendera palu arit di beberapa daerah yang tidak pernah tahu siapa sebenarnya yang mendesainnya.
Namun, pada intinya pelarangan paham komunisme dan logonya tercantum dalam TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Larangan Ajaran Komunisme/Marxisme-Leninisme. Hampir sangat sulit dan butuh keberanian bagi individu dan kelompok untuk secara sengaja mengungkapkan diri sebagai bagian dari komunisme.
Kadangkala ada bingkai narasi yang juga tidak kalah pentingnya semisal : khilafah ajaran Islam dilarang, PKI dan komunisme dibiarkan. Padahal, ideologi khilafah melalui organisasi pengusungnya juga telah dibubarkan berdasarkan Perppu Nomor 2 Tahun 2017, yang kemudian menjadi UU Nomor 16 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Ormas).
Tentu saja, baik khilafah sebagai gerakan ideologis maupun PKI dan pahamnya sudah dianggap tidak sesuai dengan dasar negara, Pancasila. Namun, pertanyaannya kenapa isu ini selalu direproduksi?
Saya ingin berangkat dengan definisi ideologi karena baik PKI dan HTI bukan hanya institusinya yang berdiri sebagai ancaman, tetapinya ancaman latennya yang bernama ideologi. Daniel Bell (1982) menyebut ideologi sebagai seperangkat kepercayaan yang terlembaga yang berfungsi untuk menyamakan gagasan, tingkah laku dan karakter invidu serta menuntut suatu kekuatan pengikat dari penganutnya. Ideologisasi sangat dibutuhkan untuk semakin memperjelas individu untuk mengindetifikasi diri dan integrasi kelompok ketika ada pertarungan dalam struktur sosial.
Baca juga :Kenapa Islam Melarang Umatnya Bersikap Berlebihan Terutama dalam 3 Hal
Secara teoritik, konflik tidak hanya membawa aspek negatif yang destruktif. Dalam struktur sosial konflik mampu mendorong terciptanya integrasi kelompok. Fungsi integratif konflik ini dalam teori sosial (Lewis Coser) terjadi dengan adanya pembentukan solidaritas internal kelompok karena ada ancaman dari luar yang dianggap musuh. Dengan munculnya konflik dan ketegangan dengan pihak luar secara internal akan ada reintegrasi dan rekonsolidasi baru dalam suatu komunitas.
Karena itulah, cukup beralasan selalu menciptakan musuh bersama (common enemy) atau musuh yang diciptakan sangat membantu terbentuknya soliditas dan solidaritas internal. Menguatkan barisan internal dan mengkonsolidasikan kekuatan membutuhkan situasi yang dianggap selalu penuh konflik dan perlu pembentukan musuh.
Tidak mengherankan, berusaha mempertarungkan ideologi khilafah dengan komunisme dapat dibaca sebagai bagian dari ideologisasi baru untuk menguatkan pendukung dan pembelanya. Lalu, kenapa harus komunisme? Ini perlu jawaban agak cerdas.