Jumat, Agustus 22, 2025
  • Login
  • Register
islamina.id
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
  • Beranda
  • Kabar
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Video
  • Bulletin
    • Bulletin Islamina
    • Bulletin Jumat
No Result
View All Result
islamina.id
No Result
View All Result
Home Kajian
Hak Keadilan Hukum Menurut Islam

Hak Keadilan Hukum Menurut Islam

Hak Keadilan Hukum Menurut Islam

Roland Gunawan by Roland Gunawan
12/12/2021
in Kajian, Tajuk Utama
10 1
0
11
SHARES
216
VIEWS
Share on FacebookShare on TwitterShare on WAShare on Telegram

Keadilan di dalam Islam dipandang sebagai hukum alam, yaitu hukum yang diridhai oleh Allah ‘Azza wa Jalla bagi para hamba-Nya. Dia berfirman, “Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan) supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu,” [QS. al-Rahman: 7 – 9]. Untuk menegakkan keadilan di antara mereka, Allah ‘Azza wa Jalla mengutus para rasul-Nya. Dia berfirman, “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan,” [QS. al-Hadid: 25].

Keadilan merupakan nilai mutlak yang tidak dapat dibatasi oleh apapun, baik agama, kepentingan, atau yang lainnya. Banyak sekali teks agama yang menegaskan hal itu dan mendorong umat Muslim untuk melakukan revolusi besar guna menghasilkan undang-undang keadilan dalam kaitannya dengan interaksi sosial, di samping juga membuat peraturan pengadilan dengan menetapkan syarat-syarat yang ketat bagi para hakim; mereka harus berilmu luas, berakhlak mulia, tulus, bersih, suci, berani, dan tegas. Dengan begitu, mereka dapat menempati kedudukan yang tinggi di mata masyarakat, juga akan mampu bersikap independen sehingga tidak ada seorang pun, bahkan penguasa sekalipun, yang dapat mempengaruhi dan mengintervensi keputusan hukum yang mereka ambil.

BacaJuga

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (2) : Menunda Kebenaran, Meluaskan Perspektif

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (1) : Bagaimana Cara Anak Muda Menyelamatkan Akal Sehatnya

Menuju Kematangan Hubungan Umat Beragama : Catatan Akhir Tahun

Keadilan menafikan adanya diskriminasi dalam memperlakukan setiap warga negara. Dalam konteks Indonesia, secara umum, diskriminasi sudah meliputi beberapa aspek. Antara lain ras, suku, warga, agama, ekonomi, pendidikan, status sosial, fisik, usia, dsb. Kasus nyata dari masalah diskriminasi sudah banyak terungkap ke permukaan. Lihat misalnya, bagaimana rakyat kecil dan lemah yang selalu menjadi korban kebijakan, selalu disalahkan dan dikalahkan. Sementara kelompok elit senantiasa diperlakukan istimewa, dimenangkan dan dianak emaskan.

Selain itu, misalnya juga dalam kasus korupsi. Mestinya hukum tidak memihak kepada para penjabat atau orang kaya. Siapapun yang bersalah, harus ditindak sesuai dengan aturan yang berlaku. Selama ini di negeri ini banyak terjadi ketimpangan dan ketidak adilan. Misalnya, kalau rakyat kecil mencuri ayam dipenjara, atau bahkan ada yang digebukin sampai mati. Sementara, para pejabat yang korupsi milyaran rupiah dihukum hanya beberapa tahun, bahkan ada yang tidak dihukum sama sekali. Ini jelas tidak adil. Belakangan banyak orang yang menuntut agar para koruptor itu dihukum mati. Sebab bukan hanya negara yang rugi, rakyat juga sangat dirugikan. Krisis moneter yang terjadi di negeri ini sesungguhnya adalah akibat merebaknya korupsi. Makanya jelas, kalau ditimbang-timbang, hukuman penjara beberapa tahun yang ditimpakan kepada para koruptor sangat tidak adil. Bukan hukumnya yang tidak adil, tetapi aparatnya yang tidak becus menegakkannya. Uang telah membuat para hakim bertindak diskriminatif.

Islam sebagai agama rahmatan li al-‘âlamîn, jelas menolak perlakuan diskriminatif seperti itu. Karena Islam sendiri tidak pernah melakukan diskriminasi. Semuanya mendapatkan rahmat sesuai porsi dan posisi masing-masing. Allah berfirman, “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam,” [QS. al-Isra`: 70].

Sikap anti diskriminasi ini dipelopori langsung oleh Rasulullah Saw. seperti yang tergambar dalam perjanjian antara umat Muslim dan kaum Yahudi. Di antara isi perjanjiannya adalah, “Jaminan Allah itu satu. Dia melindungi orang-orang yang lemah atas orang-orang yang kuat. Siapa dari golongan kaum Yahudi yang telah mengikuti kami, baginya berhak mendapatkan pertolongan dan persamaan. Dia tidak boleh dianiaya dan tidak boleh menganiaya. Orang-orang yahudi dari bani Auf adalah satu umat bersama-sama orang-orang yang beriman.”

Misi Islam untuk menebar rahmat yang dicontohkan langsung oleh Rasulullah Saw. tersebut sebenarnya sudah cukup sebagai bukti bahwa Islam anti diskriminasi dan ketidakadilan. Ini sekaligus sebagai tepisan terhadap anggapan yang mengatakan bahwa Islam itu sarat dengan diskriminasi. Lebih konkretnya, kita lihat bagaimana Islam memberi aturan-aturan dalam pelaksanaan urusan kenegaraan. Hal itu dijelaskan secara panjang lebar oleh ulama kontemporer, Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaili: pertama, penguasa harus tunduk terhadap aturan syariat, juga dituntut untuk menegakkan hukum dan membuat undang-undang yang sesuai dengan kaidah Islam; kedua, seorang hakim tidak boleh membuat syariat baru. Sebab, hal itu telah dilakukan oleh Rasulullah Saw.; ketiga, hakim dan para aparatur negara berkewajiban untuk menetapkan aturan agama dan kaidah-kaidah umum yang telah diatur oleh al-Qur`an dan Sunnah.

Terdapat enam kaidah yang harus dijadikan prinsip dalam penyelenggaraan negara:

Pertama, syûrâ (musyawarah). Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam al-Qur`an, “Bermusyawarahlah dengan mereka mengenai urusan itu,” [QS. Ali Imran: 159]. Musyawarah meliputi masalah sosial, politik, ekonomi, dan budaya (peradaban). Musyawarah ini dimaksudkan agar masyarakat juga diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam menentukan kebijakan dan kenegaraan.

Kedua, menjaga kehormatan baik kepada orang-orang yang berbuat baik atau berbuat buruk, Muslim dan non-Muslim. Islam tidak merestui tindakan menghina, mencerca, mencaci, dan merusak kehormatan orang lain. Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya darahmu dan hartamu serta harga dirimu itu haram bagi kamu.”

Ketiga, al-hurrîyyah (kebebasan). Kebebasan di sini meliputi dua macam, yaitu: (1). Kebebasan beragama dan menjalankan ajarannya; (2). Kebebasan berpikir dan berpendapat. Semua warga negara diberi kebebasan untuk menyampaikan kritik dan saran atas kinerja penguasa meskipun hanya rakyak jelata.

Page 1 of 2
12Next
Tags: Anti-DiskriminasiKeadilanNon-MuslimSyariat
Previous Post

Bulletin Jum’at Al-Wasathy | Edisi 014

Next Post

Di Muktamar Pemikiran Kyai/Nyai, Lukman Bangkitkan Memori tentang Moderasi Beragama

Roland Gunawan

Roland Gunawan

Wakil Ketua LBM PWNU DKI Jakarta

RelatedPosts

dekonstruksi di era digital
Kajian

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (2) : Menunda Kebenaran, Meluaskan Perspektif

26/07/2025
Peran Media Sosial Dalam Mewujudkan Siswa Toleran
Kajian

Dekonstruksi “Rezim Kebenaran” di Era Digital (1) : Bagaimana Cara Anak Muda Menyelamatkan Akal Sehatnya

22/07/2025
edisi desember 2024
Bulletin

Menuju Kematangan Hubungan Umat Beragama : Catatan Akhir Tahun

25/12/2024
Yang Penting Bukan Pengangguran
Kolom

Yang Penting (BUKAN) Pengangguran

04/12/2024
Islamina Edisi November 2024
Bulletin

Menghidupkan Kesyahidan Pahlawan

18/11/2024
Bulletin edisi oktober
Bulletin Islamina

Jihad Santri di Abad Digital

11/10/2024
Next Post
Lukman Bangkitkan Moderasi Beragama

Di Muktamar Pemikiran Kyai/Nyai, Lukman Bangkitkan Memori tentang Moderasi Beragama

gagasan habib husein ja far

2 Gagasan Habib Husein Ja’far untuk Para Kyai dan Nyai Muda Pesantren

Cari Artikel

No Result
View All Result

Masuk / Daftar

Masuk ke Akun anda
face
visibility
Daftar | Lupa kata sandi ?

Artikel Teerbaru

hukum alam

Hukum Alam Adalah Hukum Tuhan: Apakah Mukjizat Mengingkari Sebab-Akibat

21/08/2025
Membantah Pernyataan Zulkarnain Yusuf Tentang “indonesia Negara Kafir”

Kemerdekaan Indonesia dalam Perspektif Iman

15/08/2025
teologi kemerdekaan

Al-Baqarah : 177 – Peta Jalan Teologi Kemerdekaan dalam Islam

15/08/2025
kerusakan alam

Ketika Alam Tak Lagi Sakral: Ikhtiar Membangun Eko-Teologi dari Kritik Jantung Peradaban

02/08/2025
kurt godel

Ketika Tuhan Dibuktikan Tidak dengan Keimanan Buta, Tetapi dengan Logika: Kurt Gödel dan Rumus Ketuhanan

27/07/2025

Trending Artikel

  • Ulama Scaled

    Mengenal Istilah Rabbani

    319 shares
    Share 128 Tweet 80
  • 4 Penghalang Ibadah Kepada Allah Menurut Imam Al-Ghazali 

    298 shares
    Share 119 Tweet 75
  • Belajar Konsep Ketuhanan dari Surat Al Ikhlas

    264 shares
    Share 106 Tweet 66
  • Kitab Tajul ‘Arus: Makna Pengorbanan dan Obat Penyakit Hati

    256 shares
    Share 102 Tweet 64
  • Kitab “Majmû’ Fatâwâ” Karya Ibnu Taimiyah (1)

    248 shares
    Share 99 Tweet 62
Putih E E
  • Redaksi
  • Kirim Artikel
  • Tentang Kami
  • Kontak Kami
  • Kerjasama
No Result
View All Result
  • Kajian
  • Gagasan
  • Kolom
  • Biografi
  • Peradaban
  • Gaya Hidup
    • Fashion
    • Kesehatan
  • Review Kitab
  • Bulletin
    • Bulletin Jumat
    • Bulletin Islamina

© 2021 Islamina - Design by MSP.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password? Sign Up

Create New Account!

Fill the forms below to register

*By registering into our website, you agree to the Terms & Conditions and Privacy Policy.
All fields are required. Log In

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In

Add New Playlist

This website uses cookies. By continuing to use this website you are giving consent to cookies being used. Visit our Privacy and Cookie Policy.