Beberapa tahun terakhir, terminologi jihad mengalami distorsi makna bahkan kerap kali dimanipulasi oleh sebagian kelompok untuk memuluskan agendanya, seperti HTI, ISIS, JI, JAD dan lain sebagainya. Tak ayal, yang tampak ke permukaan adalah sikap radikal, ekstrem, klaim kebenaran tunggal hingga aksi teror. Tentu saja, hal ini memerlukan pemahaman kembali ihwal hakikat jihad itu sendiri.
Dalam pandangan Asghar Ali Engineer, jihad haruslah dimaknai sebagai suatu gerakan perjuangan untuk menghapus segala bentuk eksploitasi, diskriminasi, korupsi dan kezaliman dalam pelbagai bentuknya. Pun, perjuangan ini senantiasa digalakkan hingga pengaruh destruktif hilang secara permanen di muka bumi.
Pemaknaan Engineer semacam ini, berlandaskan kepada semangat pembebasan dalam Al-Quran. Dimana Al-Quran, diturunkan bertujuan untuk membebaskan umat manusia dari pelbagai belenggu yang mengitarinya, baik persoalan ekonomi maupun sosial. Bahkan, pada praktiknya jihad tidak bisa dipisahkan dari keimanan seseorang. Semakin tinggi keimanan seseorang, maka semakin tinggi pula kepeduliannya terhadap masyarakat tertindas.
Oleh karena itu, menurut Asghar Ali Engineer struktur sosial yang sangat menindas dan mengeksploitasi terhadap manusia harus diubah melalui jihad atau perjuangan yang kerap menagih pengorbanan. Sehingga, tatanan kehidupan yang adil dan sejahtera bisa tercapai.
Contoh penafsiran Engineer terhadap jihad dalam QS. Al-Baqarah (2): 190, yakni:
وَقَاتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ الَّذِيْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ وَلَا تَعْتَدُوْا ۗ اِنَّ اللّٰهَ لَا يُحِبُّ الْمُعْتَدِيْنَ
Artinya, “Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Al-Baqarah (2): 190)
Menurut Engineer, ayat di atas menunjukkan dua hal yang sangat penting. Pertama, berperang diperbolehkan bagi kaum Muslimin ketika mereka diperangi terlebih dahulu. Kedua, ketika kaum Muslimin berperang, sangat dilarang untuk berbuat melampaui batas.