Ahad, 06 September 2020 M. Bulletin Islamina bekerjasama dengan Damar Institute dan Persada Nusantara beserta panitia lainnya melaksanakan acara Webinar dan bedah bulletin yang bertemakan: “Ilusi Jejak Khilafah di Nusantara”.
Dimoderatori oleh Khairul Anwar, SQ. M.Ag. berserta tiga Narasumber yang expert di bidangnya, antara lain: Prof. Dr. Oman Fathurahman, M.Hum., beliau adalah guru besar di Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, kedua, Dr. Zuly Qodir, M.Ag., selaku Peneliti Senior Ma’arif Institute, ketiga, Irjen. Pol. (Purn.) Ir. Hamli, M.E., sebagai pemerhati terorisme.
Hemat kami, dari ketiga Narasumber tersebut terdapat beberapa pembahasan penting yang menjadi catatan kami, diantaranya adalah:
A. Prof. Dr. Oman Fathurahman, M.Hum
Sepanjang perjalanan sejarah Islam, tidak ditemukan sistem khilafah secara tertulis (teks) atau berdirinya al–dawlah al-islamiyah (Negara Islam)sebagaimana kerap kali dikampanyekan oleh kelompok Hizb al-Tahrir[1] tentang tegaknya negara Islam. Model Negara Islam (khilafah) menurut versi mereka diklaim sebagai Institusi atau Negara yang sesuai dengan Islam sejak pada masa Nabi Muhammad SAW. Sehingga secara bersamaan ketiadaan sebuah Negara Islam saat ini dianggap telah menyimpang terhadap asas-asas Islam.
Seperti halnya Pancasilan dalam konteks di Indonesia, di mana kelompok khilafiyah atau Hizb Tahrir Indonesia (HTI) menyebutkan bahwa pancasila bukan cerminan Islam, sebab hukum-hukum yang ditetapkan bukan berasal dari Syari’ah Islam serta jauh dari nilai-nilai keadilan, sehingga dengan keras mereka menolak Pancasila sebagai ideologi dasar Negara. Padahal bila dicermati seksama, bahwa secara subtansial pancasila menjunjung tinggi serta berkontribusi penuh terhadap nilai-nilai keadilan.
Di mana semangat keadilan ini selaras dengan syari’ah Islam. Bahkan lebih dari itu, bahwa pada sila-sila lainnya juga mencerminkan semangat nilai-nilai keislaman, sehingga sangatlah tabu apabila Pancasila sebagai Ideologi dasar Indonesia itu dianggap telah keluar dari Islam (kafir) karena tidak seirama dengan Islam. Oleh karenanya, kelompok HTI ini boleh dibilang telah terjerat kepada lubang ‘Gagal Faham’.
Di samping itu, mereka juga menolak keras tentang Hak Asasi Manusia (HAM); karena hal ini sebagai propaganda dan Penjajahan Barat. Tetapi secara bersamaan, ketika kelompok tersebut dilarang seperti di Indonesia, malahan yang terjadi mereka mengatakan “pemerintah telah melanggar HAM”. Sekali lagi ini menunjukkan inkonsistensi ideologi atau paham mereka.
Dengan demikian, dalam diskusi beliau Prof. Dr. Oman Fathurahman, M.Hum., menegaskan bahwa atas fenomena ini maka menjadi penting di dalam memahami sejarah Islam, sejak pada masa Nabi Muhammad SAW hingga bagaimana fakta sejarah Islam bisa tersebar di Nusantara. Bahwa tidak ada secara tertulis (teks) atau manuskrip-manuskrip yang mencatat tentang sistem khilafah atau tegakkan al-dawlah islamiyah itu.
B. Dr. Zuly Qodir, M.Ag.
Apa yang tengah dikampanyekan oleh kelompok Hizb al-Tahrir Indonesia (HTI) penuh dengan manipulasi data. Karenanya itu maka praktek ini menjadi cerminan dari tindakan yang bersifat criminal. Di samping memang secara politis kelompok ini dengan jelas bertujuan dalam rangka melawan dan merebut kekuasaan institusi negara atau lembaga pemerintahan. Sebagaimana halnya ideologi mereka adalah menciptakan negara Islam dan menjadikan sistem khilafah sebagai impian masa depan mereka.
Sebagaimana Hizb al-Tahir ialah gerakan yang bercorak tans-nasional yang bergerak di bidang politik, yang beranggota dari umat Islam se-dunia. Adapun narasi-narasi kampanye yang disampaikan seakan demi merebut pemerhati umat Islam (cuci otak). Bahkan kelompok ini di Indonesia tidak segan-segan ingin mendirikan partai politik dengan mengatasnamakan Islam.