Di dalam diskusinya, Dr. Zuly menyampaikan bahwa apabila khilafah telah berdiri tegak di dalam menguasai institusi dan konstitusi negara, maka yang terjadi adalah semakin berpotensinya perpecahan-perpecahan, utamanya perpecahan antar umat Islam baik secara individual maupun sosial. Makanya, tidak dapat dibayangkan apabila khilafah—yang selama ini diketahui sebagai sistem kerajaan (monarki)—ditegakkan di Indonesia yang multikutural ini sebagai Institusi negara.
C. Irjen. Pol. (Purn.) Ir. Hamli, M.E.
Pada tahun 2017 lalu, Hizb al-Tahrir Indonesia (HTI) telah dibubarkan sebagai Organisasi Masyarakat (ORMAS) di Indonesia. Karena kelompok ini bertentangan dan menolak Pancasila sebagai ideologi dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Namun, tanpa disadari rupanya pergerakan kelompok tersebut masih masif tersebar dengan luas dan berkembang. Sebagaimana disebutkan oleh Irjen. Pol. (Purn.) Ir. Hamli, M.E. bahwa setidaknya secara garis besar terdapat tiga tahapan kaderiasai mereka, pertama, pengkaderan, kedua, interaksi, ketiga, merebut kekuasaan.
Dalam proses tahapan ini diklaim sebagai perjalanan jihad, sebagaimana jihad menjadi trademark bagi mereka, bahkan menjadi penanda utama tentang status muslim tidaknya di antara mereka. Karenanya itu, kelompok ini mewajibkan setiap Muslim untuk melakukan jihad. Namun di saat yang sama, makna Jihad dalam versi mereka telah mengalami penyempitan makna yang luar biasa.
Seperti antara lain tentang pemaknaan jihad versi mereka ialah tentang dibolehkannya memerangi orang kafir atau orang yang tidak sepaham dengan mereka di manapun mereka berada. Hal tersebut tentunya akan menjadi sorotan kita bersama, apakah demikian pemaknaan jihad di dalam Islam?. Sehingga daripada itu, efek pemakanaan yang begitu ekstrim tersebut seakan secara tak langsung telah mengejawantahkan kepada makna ‘terorisme’.
Meski demikian, dalam diskusi acara Webinar tersebut, beliau Irjen. Pol. (Purn.) Ir. Hamli, M.E. menyatakan bahwa sekalipun secara institusional kelompok ini telah dibubarkan oleh pemerintah, namun pergerakan bawah tanah kelompok ini masih nyaris terjadi. Oleh karenanya, beliau meminta kepada seluruh pihak maupun elemen masyarakat agar turut serta di dalam melawan pemahaman dan pergerakan semacam ini, yang secara telah mengganggu ketertiban konstitusional dan juga mengancam ketentraman Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sebagaimana hal ini telah lama dicita-citakan oleh para pejuang tedahulu sejak masa kemerdekaan bangsa Indonesia.
Akhirnya, kegiatan diskusi dalam acara Webinar dan Bedah Bulletin yang dihadiri sekitar kurang lebih 200 peserta dengan berbagai macam latarbelakang, ada mahasiswa/i, dosen, aktivis dan sebagainya berlangsung selesai. Acara ini sangat membantu penulis untuk mendapatkan update informasi yang tengah menjadi femonema kontemporer ini. Termasuk juga di dalamnya termuat tentang fakta-fakta sosial lainnya yang boleh dibilang sangat jarang dapat dijumpai oleh lingkungan di sekitar, sehingga kehadiran bulletin Islamina mampu mengedukasi publik saat ini.
Sebagaimana tentang jejak khilafah di Nusantara yang baru-baru ini tengah menjadi fenonema sosial. Munculnya film yang berjudul “Jejak Khilafah di Nusantara” tersebut berhasil menguak “kritikan” dari berbagai pihak, utamanya bagi kalangan akamedisi dan aktivis. Seperti yang disampaikan oleh Prof. Dr. Azyumardi Azra, pada acara wawancara Bulletin Islamina sebelumnya yang berjudul “Dosa Besar Film Jejak Khilafah di Nusantara”, bahwa film tersebut telah membuktikan fakta sejarah “yang ngawur”, tegas beliau.
Penulis: Fikri Muanis Qalbi
[1] Tujuan daripada berdirinya Hizb Al-Tahrir adalah “isti’naafu al-hayaah al-Islamiyah” memulainya kembali kehidupan Islam