Juga ungkapan seorang sufi besar Ibrahim bin Adham berikut,
من تعود أفخاذ النساء لم يفلح
Artinya: “Barangsiapa yang terbiasa (disibukkan) dengan mulus paha para wanita (seks), maka dia tidak akan beruntung atau bahagia”. (Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzzab, Juz I, hal. 65)
Kemudian Imam Nawawi juga menyitir pendapat Sufyan Ats-Tsauri (seorang mujtahid mutlak berkebangsaan Kufah)
اذا تزوج الفقيه فقد ركب البحر، فإن ولد له فقد كسربه
Artinya: “Ketika seorang fakih (orang yang menguasai ilmu di bidang agama) menikah, maka ia telah menaiki perahu untuk berlayar di atas samudera. Apabila lahir seorang anak (memiliki anak), maka ia telah hancurkan perahu itu berkeping-keping”. (Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzzab, Juz I, hal. 65)
Walaupun Imam Nawawi menjomblo, bukan berarti beliau tidak paham mengenai hukum menikah yang sangat dianjurkan oleh agama. Akan tetapi, Imam Nawawi lebih memilih untuk memendam urusan duniawinya demi sebuah ilmu pengetahuan. Ini artinya, sebegitu mahalnya ilmu hingga sebagian ulama-ulama kita terdahulu (salah satunya Imam Nawawi) lebih memilih ilmu pengetahuan daripada menikmati hidup dengan cara menikah.
Kemudian, untuk memperkuat mazhab jomblonya ini, Imam Nawawi menegaskan kembali dalam Muqodimah kitab Al-Majmu’-nya,
قلت هذا كله موافق لمذهبنا، فان مذهبنا أن من لم يحتج الى النكاح استحب له تركه، وكذا إن احتاج وعز عن مؤنته
Artinya: “Saya menegaskan. Semua ucapan ulama di atas (yang menganjurkan membujang), sesuai dengan prinsip mazhab kami (mazhab Asy-Syafi’i). Seseorang yang belum membutuhkan pernikahan dianjurkan untuk tidak melakukannya (menjomblo). Begitu juga bagi seseorang yang merasa membutuhkan pernikahan, akan tetapi ia belum mampu membiayai pernikahan (tidak punya biaya)”. (Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzzab, Juz I, hal. 66)
Dari sini jelas bahwa beliau adalah termasuk orang yang tidak membutuhkan pernikahan. Bahkan, andaikan menikah, maka menurutnya, fokus pengabdian terhadap ilmu akan terganggu. Berkat kejomblowannya itu, Imam Nawawi banyak menghasilkan karya ilmiah dan dijadikan rujukan oleh banyak kalangan.
(Catatan: penulis tidak bermaksud menganjurkan untuk menjomblo bahkan seumur hidup, seperti halnya ulama-ulama terdahulu. Lagi-lagi itu adalah hak kalian masing-masing. Namun, yang patut kita teladani adalah semangat beliau dalam menuntut ilmu, bahkan beliau rela membujang hingga akhir hayatnya). Lantas bagaimana dengan kita? Apalagi hidup di era yang serba ada. Segala sesuatu yang kita butuh kan sudah tersedia secara instan. Tinggal kita sendiri mau apa tidak untuk bersungguh-sungguh dalam mencari atau menuntut ilmu. Wallahu A’lam
Baca Juga: Imran Bin Hushain Selalu Mendapatkan Salam dari Malaikat