Ketujuh. Fungsi penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain (Abdul Majid & Dian Andayani, 2005).
Pelajaran agama yang diajarkan di sekolah-sekolah diharapkan menjadi dasar dan pondasi karakter yang baik bagi peserta didik. Menurut Lickona (dalam Soryani, 2015) terdapat tiga komponen karakter baik, (1) pengetahuan moral, (2) perasaan moral, (3) tindakan moral.
Dalam hal ini, pendidikan karakter sangat perlu ditanamkan kepada peserta didik supaya kelak menjadi bekal menghadapi tantangan globalisasi yang sekarang telah dirasakan oleh bangsa Indonesia.
Dalam hal ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) merumuskan 18 nilai karakter bangsa Indonesia. Nilai-nilai tersebut yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.
Pentingnya Menanamkan Toleransi di Sekolah
Yang menjadi perhatiaan adalah salah satu nilai karakter yang sangat kurang ditanamkan di Indonesia adalah toleransi. Menurut Tilaar dalam Soryani (2015) menjelaskan bahwa bhineka tunggal ika menuntut sikap toleransi yang tinggi dari setiap masyarakat. Sikap toleransi dapat membentuk masyarakat yang beragam, tetapi tetap satu.
Walaupun usaha menanamkan nilai karakter toleransi sudah dilaksanakan melalui pendidikan, kenyataannya semua tingkatan pendidikan belum menanamkan nilai karakter toleransi. Hal ini terbukti dari adanya sikap intoleran yang terjadi di Indonesia.
Untuk itu, sekolah sebagai organisasi kerja memerlukan kepala sekolah memiliki peran yang kuat dalam mengkoordinasikan, menggerakkan, dan menyerasikan semua sumber daya pendidikan yang tersedia. Kepemimpinan kepala sekolah merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong sekolah untuk dapat mewujudkan visi, misi, tujuan, dan sasaran sekolahnya melalui program-program yang dilaksanakan secara terencana dan bertahap (Wibowo, 2013).
Dengan demikian dapat diartikan bahwa tindakan kepala sekolah adalah tindakan yang sangat fundamental dan menentukan eksistensinya sebagai pemimpin yang akan menyebabkan tindakan para guru yang berkarakter, staf berkarakter dan peserta didik yang berkarakter pula.
Di samping itu, pedoman kurikulum merupakan salah satu faktor penunjang proses pembinaan toleransi dan peduli sosial siswa. Manajemen kurikulum bukan hanya dibatasi dalam ruang kelas, tetapi menyangkut kegiatan pengelolaan di luar kelas seperti ekstrakurikuler, bahkan di luar lembaga pendidikan bersangkutan selama masih diprogramkan, yang terarah pada efektifitas pelaksanaan kurikulum.
Agar pelaksanaan kurikulum bisa berjalan secara efektif dan efisien, pemerintah pusat telah mengeluarkan pedoman-pedoman umum yang harus diikuti oleh setiap institusi pendidikan, dalam menyusun perencanaan yang sifatnya operasional, (Wibowo, 2013).