Tholabun Nusroh
Sekretaris Badan Penanggulangan Ekstremisme dan Terorisme Majelis Ulama Indonesia (BPET MUI) Dr. M. Najih Arromadloni mengamini perintah tegas yang dilontarkan oleh Presiden Jokowi tersebut. Menurutnya, infiltrasi kelompok radikal memang telah sampai pada lini strategis pemerintahan sehingga harus diwaspadai. Salah satunya melalui penceramah radikal, dimana salah satu pergerakan dikenal dengan istilah Tholabun-Nusroh.
Istilah Tholabun-Nusroh sendiri kerap digunakan oleh kelompok Hizbut Tahrir dengan cara mengelabui pihak-pihak yang dianggap memiliki kekuatan dan dapat memberikan perlindungan. Oleh karenanya institusi TNI-Polri ini dijadikan sasaran oleh kalompok tersebut dalam melanggengkan visinya untuk menyebarkan paham radikal.
Kondisi ini juga dipengaruhi oleh semangat beragama dari masyarakat Indonesia yang kian hari kian tinggi. Terbukti dengan banyaknya majelis dan pengajian mulai dari rumah hingga ke lingkungan instansi dan perkantoran.
Menurutnya, ada banyak faktor yang membuat instansi negara kerap ‘kecolongan’ yang telah menjadikan oknum penceramah dengan visi menyebarkan paham radikal sebagai narasumber dalam majelis. Salah satunya faktor ketidaktahuan dan hanya berdasarkan bahwa si penceramah itu populer atau mudah diundang. Kedua, bisa jadi karena memang sudah terpapar.
Dengan peringatan dari presiden ini, sudah seharusnya ada langkah konkrit untuk menanamkan kesadaran dan pengetahuan khusunya anggota serta keluarga ASN, TNI, dan Polri untuk dapat mengenali para pemuka agama moderat yang membawa kepada konsep agama sebagai rahmat.
Sebetulnya dalam pandangannya, tidak sulit untuk mengenali penceramah moderat baik secara konvensional maupun via media sosial. Parameternya isi ceramahnya tentang Islam yang ‘rahmatan lil alamin’.
Apalagi manusia dibekali dengan intuisi dan hati nurani untuk mengenali kebaikan dan penyimpangan. Sehingga jika ajaran agama tidak membawa rahmat dan kebaikan, maka menurutnya bisa jadi hal tersebut hanya sekedar nafsu dan kepentingan politik semata.
Karena itulah, sudah selayaknya para pemuka agama kembali mencontoh metode dakwah yang dilakukan oleh Wali Songo dan para ulama Nusantara pendahulu dalam rangka menyebarkan agama ditengah kondisi keragaman bangsa.
Dijelaskannya bahwa Islam itu masuk ke Indonesia masuk melalui akulturasi budaya, tanpa ada kekerasan, pemaksaan, tanpa ada upaya menjatuhkan atau menghina. Prosesnya pun sangat soft sekali masuk melalui jalur kebudayaan, kekeluargaan dan sebagainya.
Proses dakwah yang demikian dapat menjadikan agama Islam ini mudah diterima oleh masyarakat Indonesia dan menjadikan kondisi sosial masyarakat saat itu menjadi sangat baik.