Bagi pihak yang merasa bahwa feminisme dan Islam bertentangan, mereka perlu memahami bahwa Islam memuliakan pengetahuan.
Dilatar belakangi dengan timbulnya keinginan untuk memajukan perempuan pribumi, karena melihat bahwa perempuan pribumi berada pada status sosial yang rendah menjadikan R.A Kartini sosok perempuan Indonesia yang dapat dikatakan sebagai pelopor gerakan feminisme di Indonesia, (tokohnya disebut Feminis) dimana hal tersebut merupakan sebuah gerakan yang menuntut emansipasi atau kesamaan dan keadilan hak dengan kaum laki – laki.
Feminisme sendiri dapat diartikan memperjuangkan kebebasan bagi perempuan untuk tidak dieksploitasi, dimarginalisasi dan tidak dijadikan objek kekerasan dari kaum laki laki.
Sampai saat ini pun masih maraknya isu–isu seksualitas, kasus kejahatan seksual, hingga agenda pemecahan permasalahan seksual, feminisme tidak bisa dilepaskan dari rasionalitas. Beberapa golongan menganggap feminisme sebagai paradigma yang sesuai untuk menjawab patriarki, sementara yang lainnya ada yang tidak sependapat. Pada negara Indonesia yang mayoritas Islam, feminisme Islam menjadi bagian dari rasionalitas [sebagai paradigma melihat persoalan kasus seksualitas].
Perdebatan mengenai apakah feminisme cocok dengan ajaran Islam dan juga sebaliknya sudah berlangsung sejak lama. Beberapa golongan meyakini feminisme Islam adalah sebuah kontradiksi karena dianggap menempatkan laki – laki sebagai gender yang lebih tinggi derajatnya. Tetapi pihak–pihak lain mengatakan bahwa Islam pada dasarnya menghormati perempuan dan bahwa masalahnya terletak pada interprentasi patriarkal dari teks keagamaan.
Secara global, gerakan feminisme Islam telah mendukung advokasi hak–hak perempuan, kesetaraan gender, dan keadilan sosial yang didasarkan pada nilai – nilai Islam. Agama Islam justru memuliakan. Menempatkan sewajarnya karna manusia bukan barang dagangan apalagi binatang. Islam mendorong untuk ikut berpartisipasi dalam ruang lingkup publik yang lebih luas seperti halnya laki–laki.
Sebagian cendekiawan Muslim dan ulama berpendapat juga bahwa feminisme tidak menjadi masalah bagi Islam. Pasalnya, prinsip yang diperjuangkan oleh feminisme memiliki titik temu dengan teologi Islam. Terutama teologi yang ingin menciptakan kehidupan yang adil dan setara antara laki–laki dan perempuan.
Sudah barang tentu ada aspek – aspek dimana feminisme menjadi persoalan dan masalah bagi teologi Islam. Masalah terjadi apabila feminisme berkehendak untuk melakukan supremasi dan eksploitasi terhadap lawan jenis kelamin,yang dalam hal ini pelakunya adalah kaum laki – laki.
Feminisme seperti itu tidak sejalan dengan cara pandang Islam. Pasalnya, dalam pandangan Islam menginginkan antara laki – laki dan perempuan berinteraksi secara adil, setara, dan manusiawi.
Adapun beberapa tokoh–tokoh feminis Islam terkenal atau pegiat hak–hak perempuan dan kesetaraan gender adalah Fatimah Mernissi asal Maroko, Qasim Amin, Asghar Ali Engineer, dan Amina Wadud Muhsin. Terutama Amina Wadud Muhsin menggemparkan dunia Islam setelah menjadi imam shalat berjamaah dengan makmum laki–laki dan perempuan.
Di Indonesia pun terdapat figur tokoh seperti mantan ibu negara Hj. Sinta Nuriyah Wahid yang merupakan istri dari mantan Presiden Indonesia keempat Abdurrahman Wahid, yang berupaya menafsirkan ulang kitab kuning agar lebih inklusif terhadap perempuan, pakar fiqih Siti Musdah Mulia, aktifis hak–hak reproduksi seksual perempuan Maria Ulfah Anshor, ulama feminis Husein Muhammad dan akademisi Islam, serta aktivis hak – hak gender Dara Affiah.
Sepanjang pergerakan pemberdayaan perempuan Islam di Indonesia, istilah feminisme jarang disebut–sebut. Kata gender lah yang telah banyak digunakan. Akademisi Islam dan aktivis hak–hak gender Dara Afifah menyatakan bahwa isu–isu terkait feminisme yang telah menjadi sumber utama ketegangan antara feminis dan kelompok fundamentalis agama adalah pluralisme agama, aborsi, dan L68T (le5b1an, g4y, bisek5ual, tr4nsgend3r).
Bagi pihak yang merasa bahwa feminisme dan Islam bertentangan, mereka perlu memahami bahwa Islam memuliakan pengetahuan dan perempuan yang kemudian dapat dilihat sebagai intisari dari feminisme itu sendiri. Feminisme muncul dalam berbagai spektrum yang mana sifatnya multikultural dan memiliki banyak aliran yang berbeda dan jika dilihat secara keseluruhan akan menunjukan ruang feminisme dalam Islam.
Jika melihat kembali di zaman jauh sebelum peradaban Islam muncul, perempuan tidak diperkenankan muncul kepermukaan. Tetapi,semua berubah sejak Rasulullah SAW diperintahkan oleh Allah SWT untuk membawa wahyu dan mengangkat derajat serta kedudukan perempuan.
Islam dengan menggunakan Al-Qur’an sebagai landasan untuk berpikir dan bertindak justru melegitimasi eksistensi keberadaan perempuan. Perempuan diberikan porsi hak, kewajiban serta hukum yang sama dengan laki – laki. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa surah dalam Al–Qur’an yang berisi tentang memuliakan perempuan, surah – surah tersebut adalah surah An-Nisaa’, Maryam, An-Nur, Al-Ahzab, Al-Mujadalah, Al-Mumtahanah, Ath-Thalaq, dan At-Tahrim. Dari sini kita bisa menyimpulkan bahwa salah satu ajaran Islam yang paling utama adalah mengangkat derajat martabat perempuan.
Baca Juga: Peran Negara dan Agama Terhadap Pelanggaran Hak Perempuan