Topik paling menarik selain agama adalah perempuan. Iya, perempuan yang setiap geraknya selalu disoroti dan dijadikan perbincangan. Tahun ini, Hari Perempuan Internasional atau International Women’s Day (IWD) mengusung tema “Gender eguality today for a sustainable tomorrow” yang artinya “Kesetaraan gender hari ini dan untuk masa depan yang berkelanjutan”. Tentu dengan harap perempuan semakin berdikari dan otonom dari segala intervensi di luar dirinya.
Peringatan semacam ini menjadi momen sakral untuk mengibarkan pengakuan dan prestasi perempuan, baik di ranah domistik dan ruang publik tanpa memandang perbedaan ras, budaya, bahasa, ekonomi, dan politik. Terlepas dari nafas panjang perjalanannya, IWD sudah meletakkan dasar kebebasan atas belenggu budaya, suku dan sistem terhadap diri seorang perempuan. Meskipun, toh! di luar sana perempuan masih memikul beban domistik: masak, macak, dan manak.
Merayakan Hari Perempuan Internasional bukan serta merta mendudukkan perempuan di atas laki-laki, atau sebaliknya menjerumuskan perempuan pada lubang penindasan secara hak dan kesempatan. Melainkan sebagai upaya mendiskusikan dan mencari jalan keluar bagaimana perempuan berdiri di tengah-tengah peradaban manusia. Kompleksitas ketimpangan relasi laki-laki dan perempuan cukup menyita minta banyak orang. Tapi, di sini saya lebih tertarik untuk memotret sejauh mana Islam merespon kesetaraan antara laki-laki dan perempuan?
Baca Juga: Kedudukan Perempuan di dalam Islam
Ali Syari’ati satu di antara pemikir Islam yang berani membela kedudukan perempuan. Bahwa asal penciptaan perempuan yang digadang-gadang berasal dari tulang rusuk, kurang tepat diberikaan pada sosok makhluk yang bernama perempuan. Justu pemahaman ini memberikan legitimasi kerdil pada perempuan dan terkesan merendahkan. Tentu Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin tidak akan membiarkan peluang pada satu entitas dari ciptaannya dikuasi oleh entitas lain. Ali Syari’ati menjadikan ayat Al-Qur’an sebagai pijakan dari argumen tentang penciptaan laki-laki dan perempuan, seperti yang terdapat dalam Q.S. Annisa, yang artinya:
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya: dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan mempergunakan nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga, mengawasimu” (Q.S. Annisa’: 1).
Dalam bukunya, Paradigma Kaum Tertindas: Sebuah Kajian Sosiologi Islam (2001), Syari’ati menyebut ada tiga elemen penting dalam penciptaan manusia. Pertama, manusia bukan hanya sama, tetapi mereka bersaudara. Tali persaudaraan ini di atas segalanya. Manusia tidak bisa hidup tanpa makhluk lain di sekitar. Merawat persaudaraan berarti menjaga keseimbangan hidup sesama ciptaan Tuhan. Kedua, manusia diciptakan dari zat dan bahan yang sama. Tuhan sebagai pencipta, tidak membiarkan manusia merasa lebih perkasa atas yang lain.
Ketiga, keunggulan manusia atas malaikat karena pengetahuan, manusia mampu mempelajari nama-nama malaikat, dan dari sana Tuhan memerintahkan untuk malaikat bersujud pada manusia. Pengetahuan menjadi poin penting dalam segala hal, karena dari sanalah semua bisa kita lihat. Bagaimana kecerdasan dan kepekaan akan yang lain, juga pemahaman atas teks dan realitas yang ada mencerminkan sejauh mana pengetahuan seseorang berfungsi dan menjadi bagian dari proses memposisikan dirinya.
Al-Qur’an secara tegas menempatkan antara laki-laki dan perempuan sama, dalam artian bahwa perempuan diberikan kesempatan yang sama, bukan second person dan didiskriminasikan secara gender (sex discrimination). Laki-laki dan perempuan ditempatkan pada posisi fitrahnya dan alamiah. Jauh-jauh hari Rasulullah memberikan contoh, bagaimana belas kasih sayang dan kecintaan pada anak perempuannya, yaitu Siti Fatimah. Mendidik sosok perempuan dalam kondisi sosial masyarakat Jahiliyah bukan sesuatu yang mudah. Perempuan kadung diperlakukan secara diskriminasi, ruang-ruangnya ditutup dan dijadikan sebagai budak.