Survey yang dilakukan Varkey Foundation pada 2017 di 20 negara tentang faktor penentu kebahagiaan generasi Z disebutkan bahwa ternyata anak-anak muda Indonesia paling banyak menganggap bahwa komitmen terhadap agama sangat penting dalam mempengaruhi kondisi kebahagiaan mereka dengan skor 93%. Di bawah faktor agama, terdapat faktor-faktor lain yang menentukan kebahagiaannya; kenyamanan dalam kehidupan, Sekolah atau pekerjaan, hubungan baik dengan teman, hubungan baik dengan keluarga, sehat secara mental dan fisik.
Survei di atas pada satu sisi membanggakan dan pada sisi lain mengkhawatirkan. Disebut membanggakan karena anak didik kita memiliki semangat yang tinggi untuk belajar agama. Karena demikian semangatnya, mereka seringkali tidak cukup puas dengan apa yang didapatkan pada pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) di Sekolah, melainkan juga menambah tempat dan waktu belajar di majelis, madrasah dan pesantren-pesantren.
Akan tetapi, bisa juga menjadi kekhawatiran jika apa yang dipelajarinya tidak sesuai dengan ajaran Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW, tidak mendapatkan guru yang tepat, serta cara mengajarkannya yang tidak sesuai dengan gaya belajar mereka.
Kekhawatiran tersebut dapat terkonfirmasi dengan sejumlah hasil penelitian. Survei Wahid Foundation tahun 2016 terhadap kalangan aktivis Rohani Islam (Rohis) menyebutkan bahwa 86% aktivis Rohis SMA ingin berjihad ke Suriah. Mereka banyak terpapar informasi keagamaan yang penuh kecurigaan, kebencian, cenderung mengingkari atau menentang pemenuhan hak-hak kewarganegaraan terhadap kelompok lain yang tidak disukai, dan cenderung mendukung tindakan dan gerakan radikal.
Survei Pusat Studi Islam dan Transformasi Sosial (CIS Form) UIN Sunan Kalijaga menemukan bahwa generasi muda lebih nyaman mencari pembelajaran keagamaan melalui media online dan model pembelajaran di luar kelas. Karena itulah, sebagian dari mereka lebih mengidolakan dan mempercayai apa yang disampaikan ustadz di media sosial ketimbang gurunya di kelas. Tak pelak, guru agama di Sekolah tak banyak diikuti pendapatnya, ketimbang ustadz di media sosial. Padahal, Pendidikan agama yang didapatkannya tersebut memiliki porsi yang besar dalam mempengaruhi mereka dalam bergaul dengan siapa.