Pola serangan terorisme sekarang ini sudah berubah. Dari hasil penelitian yang dilakukan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dari tahun 2018 sampai tahun 2023 ini pola serangan terorisme yang dilakukan secara terbuka telah menurun, turunnya 89%. Di atas permukaan mereka tidak lagi melakukan serangan-serangan teror, mereka sudah merubah polanya dari hard approach menjadi soft approach atau di bawah tangan.
“Di bawah tangan ini atau di ‘ruang gelap’ (online) mereka melakukan sesuatu mereka melakukan kegiatan yang terencana dan sistematis dan juga masif. Untuk apa? Tentunya untuk melakukan penguatan sel-sel, melakukan proses rekrutmen melalui proses radikalisasi kepada kalangan para mahasiswa, kepada para remaja, anak-anak dan perempuan,” ujar Kepala BNPT Komjen Pol. Prof Dr. Rycko Amelza Dahniel, M. Si.
Hal tersebut dikatakan Kepala BNPT saat menjadi narasumber pada Kuliah Umum dihadapan sekitar 1.000 mahasiswa Universitas Negeri Semarang (Unnes) yang mengambil tema “Unnes Say No to : Intoleransi, Radikalisme, dan Terorisme untuk Masa Depan Sejahtera Mewujudkan Harmoni Kemerdekaan Bangsa. Kuliah Umum ini berlangsung di Auditorium Prof Wuryanto, Unnes, Rabu (8/11/2023).
Dikatakan Kepala BNPT, kelompok radikal terorisme ini telah memperkenalkan dan menggunakan simbol-simbol agama dengan masuk ke rohis rohis, masuk ke tempat-tempat ibadah, masuk ke Ta’lim Ta’lim untuk memperkenalkan ideologi dengan menggunakan atribut atau simbol-simbol agama utamanya agama Islam.
“Bahkan mereka ini juga menggunakan tempat-tempat ibadah untuk menyampaikan, atau disampaikan oleh orang-orang yang sepertinya memahami masalah keagamaan atau menggunakan jubah keagamaan. Untuk itu saya minta hati-hati kepada para mahasiswa semuanya,” ujarnya.
Lebih lanjut Kepala BNPT menjelaskan, di bawah sel permukaan kelompok ini mulai memperkuat dengan melakukan proses rekrutmen dengan radikalisasi dengan mengumpulkan berbagai bantuan bantuan keuangan atau donasi, tromol tromol atau menyaru dengan menggunakan kotak amal. Namun sekarang ini bahkan sudah menggunakan system online atau yang menggunakan barcode
“cyber patrol juga dilaksanakan, tapi masalahnya ini sudah tersebar dari Wa ke WA, telegram ke telegram lalu dari Facebook ke Facebook. Menggunakan tameng dukung Gaza, dukung Palestina. Apa sudah yakin? Orang Indonesia ini sangat murah hati, begitu dengar bahasa itu tinggal klik itu pakai gopay atau pakai qris tinggal ditempel. Nggak taunya tidak jelas malah untuk pendanaan terorisme. Hati-hati,” ujarnya.
Selain itu sel-sel teroris ini juga berupaya masuk seperti ingin membuat partai politik, Dari strategi menggunakan peluru, bullet, sekarang menggunakan bail out atau menggunakan kotak suara. Dan BNPT sudah menghentikan di mana ada calon partai yang isinya mengusung ideologi kekerasan.
“Kalau sudah bisa masuk dan memiliki partai, apalagi bisa masuk ke DPR di Senayan atau di daerah nantinya mereka bisa merumuskan aturan yang sangat bertentangan dengan kehidupan kita sebagai suatu bangsa yang dibangun dari berbagai macam perbedaan yang ada. Tentunya ini harus hati-hati betul, karena kalau tidak ini bisa akan menimbulkan suatu perpecahan di Indonesia yang kita cintai ini,” kata Rycko.
Sedangkan untuk para kaum perempuan, menurutnya juga tidak sedikit di kalangan perempuan yang sudah dieksploitasi, dibohongin dan dimanipulasi untuk menjadi jaringan daripada terorisme. Bahkan ada yang menjadi pelatih untuk pelatihan, ada yang menjadi pelaku bom bunuh diri, ada yang menjadi recruiter, ada juga yang menjadi simpatisan dan ada juga yang membawa suami dan anaknya untuk melakukan bom bunuh diri seperti yang terjadi di Surabaya tahun 2018 lalu.