Dari sini tidak ada alasan lagi bahwa kemerdekaan berpendapat berarti penghalalan atas narasi segregasi, intoleransi, dan pemecah belah. Justru narasi-narasi segregasi, intoleransi dan pemecah belah yang jelas-jelas tidak diperkenankan karena tidak sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Ditinjau dari segi HAM, praktik ini juga jelas melanggar.
Setiap dari kita mesti sadar, dalam kemerdekaan menyampaikan pendapat juga ada tanggung jawab yang mesti dipikul. Dalam agama Islam juga menuntut kepada setiap individu bertanggung jawab terhadap amal perbuatannya. Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Setiap kalian adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya. Amir (kepala Negara), dia adalah pemimpin manusia secara umum, dan dia akan diminta pertanggungjawaban atas mereka. Seorang suami dalam keluarga adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang istri adalah pemimpin di dalam rumah tangga suaminya dan terhadap anak-anaknya, dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas mereka. Seorang hamba sahaya adalah pemimpin dalam urusan harta tuannya, dia akan dimintai pertanggungjawaban atasnya. Ketahuilah, bahwa setiap kalian adalah pemimpin dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas siapa yang dipimpinnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Semoga dengan paparan singkat ini menjadikan setiap warga menjadi sadar bahwa kemerdekaan dalam menyampaikan pendapat bukan berarti bebas tanpa adanya tanggung jawab. Dengan begitu, diharapkan tidak ada lagi narasi-narasi negatif bernuansa segregasi, intoleransi dan pemecah belah.
Wallahu a’lam.
Baca Juga: Silaturahmi Sebagai Kearifan Lokal Maknai Ajaran Agama Untuk Jaga Kerukunan