“Semua agama memiliki kesamaan dalam kepedulian menjaga kelestarian alam. Agama-agama mempunyai energi absolut.” kata Heri Saifudin, Ketua Dewan Pembina Forum Komunitas Hijau Nusantara.
Dalam sambutannya, ia menilai ada signifikansi agama dengan pelestarian lingkungan yang menyampingkan aspek moral keagamaan.
“Moral agama tidak menjadi rujukan regulasi yang menjadi persoalan, perspektif ekonomi dan lainnya. Semoga agama bisa mengambil etika dan peradaban di depan, sebab hari ini dinilai sangat jauh. Ke depan bisa ditindaklanjuti dengan bekerjasama dengan para aktifis dan penggiat lingkungan. Harapannya bisa memberikan panduan praktis dan teknis untuk seperti khutbah di masjid atau tempat ibadah lainnya. Adanya rekayasa sosial kembali agama dan etik ini,” tegasnya.
Mandat Kitab Suci dan Mandat Konstitusi
Sudah menjadi fakta bahwa usia bumi ini sangatlah tua. Manusia sebagai makhluk Allah diberi akal dan perasaan untuk menjaga keberlangsungan habitatnya. Akan tetapi, seakan-akan lupa dengan mandat kitab suci (agama)-nya yang mengingatkan pelestarian lingkungan.
Ketua Komisi Kerukunan Antar Umat Beragama MUI, Abdul Moqsith Ghazali, juga menjelaskan dialog-dialog lintas tokoh agama memang ditingkatkan secara praksis. Apalagi soal pelestarian lingkungan.
Ia juga menyebutkan bahwa merawat lingkungan hidup bukan hanya mandat kitab suci, tetapi juga mandat konstitusi. Dalam keagamaan penting, dalam kenegaraan juga penting.
Forum refleksi akhir tahun tersebut juga dihadiri oleh Yusnar Yusuf (Wakil Ketua Bidang Kerukunan MUI). Bhante Dhammasubho Mahathera (Tokoh Buddhis), WS Mulyadi (Matakin Pusat), dan Pendeta Jimmy (PGI). Di samping itu, perwakilan dari ormas, aktifis, dan pegiat lingkungan turut menyimak dialog.
[MS]